Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Selasa, 19 Oktober 2021 | 08:05 WIB
Rangda atau leak di Bali (Youtube Bali Demen Channel/https://www.youtube.com/watch?v=7H78cXcEhL8)

SuaraBali.id - Cerita rakyat Bali Calon Arang atau Calonarang banyak diceritakan dari mulut ke mulut atau folk literature kepada anak-anak. Selain itu juga Calon Arang, banyak dikisahkan kembali dalam berbagai genre seperti sendratari, drama, dan lain-lainnya.

Sosok Calon Arang dalam kisah tersebut adalah merupakan perwujudan seorang janda jahat tukang teluh dan berubah menjadi Leak. Calon Arang juga meneluh seluruh warga desa Girah lantaran marah karena anak perempuannya selalu menjadi bahan gunjingan dan dipanggil sebagai perempuan tidak laku sehingga Calon Arang meneluh seluruh warga Desa Girah bagaimana kisa selanjutnya, baca cerita rakyat Bali Calon Arang berikut ini

Pada suatu masa di Kerajaan Daha yang dipimpin oleh raja Airlangga, hidup seorang janda yang sangat bengis. Ia bernama Calon Arang. Ia tinggal di desa Girah. Calon Arang adalah seorang penganut sebuah aliran hitam, yakni kepercayaan sesat yang selalu mengumbar kejahatan memakai ilmu gaib.

Calon arang mempunyai seorang putri bernama Ratna Manggali.

Baca Juga: Cerita Rakyat Bali Putri Ayu, Kisah 4 Anak Raja ke Luar Istana

Karena putrinya telah cukup dewasa dan Calon Arang tidak ingin Ratna Manggali tidak mendapatkan jodoh, maka ia memaksa beberapa pemuda yang tampan dan kaya untuk menjadi menantunya. Karena sifatnya yang bengis, Calon Arang tidak disukai oleh penduduk Girah.

Leak (dok Film Leak)

Tak seorang pemuda pun yang mau memperistri Ratna Manggali. Hal ini membuat marah Calon Arang. Ia berniat membuat resah warga desa Girah.

“Kerahkan anak buahmu! Cari seorang anak gadis hari ini juga! Sebelum matahari tenggelam anak gadis itu harus dibawa ke candi Durga!“ perintah Calon Arang kepada Krakah, seorang anak buahnya. Krakah segera mengerahkan cantrik-cantrik Calon Arang untuk mencari seorang anak gadis.

Suatu pekerjaan yang tidak terlalu sulit bagi para cantrik Calon Arang Sebelum matahari terbit, anak gadis yang malang itu sudah berada di Candi Durga. Ia meronta-ronta ketakutan. “Lepaskan aku! Lepaskan aku!“ teriaknya.

Lama kelamaan anak gadis itu pun lelah dan jatuh pingsan. Ia kemudian di baringkan di altar persembahan. Tepat tengah malam yang gelap gulita, Calon Arang mengorbankan anak gadis itu untuk dipersembahkan kepada Betari Durga, dewi angkara murka. Kutukan Calon Arang menjadi kenyataan. “Banjir! Banjir!“ teriak penduduk Girah yang diterjang aliran sungai Brantas. Siapapun yang terkena percikan air sungai Brantas pasti akan menderita sakit dan menemui ajalnya.

Baca Juga: Cerita Rakyat Bali Kebo Iwa, Sosok Pahlawan Pelindung Kerajaan Bali

Ilustrasi Leak Bali (dutchieontheroad.n)

“He, he... siapa yang berani melawan Calon Arang ? Calon Arang tak terkalahkan!” demikian Calon Arang menantang dengan sombongnya. Akibat ulah Calon Arang itu, rakyat semakin menderita. Korban semakin banyak. Pagi sakit, sore meninggal. Tidak ada obat yang dapat menanggulangi wabah penyakit aneh itu.. “Apa yang menyebabkan rakyatku di desa Girah mengalami wabah dan bencana ?” Tanya Prabu Erlangga kepada Paman Patih.

Setelah mendengar laporan Paman Patih tentang ulah Calon Arang, Prabu Erlangga marah besar. Genderang perang pun segera ditabuh. Maha Patih kerajaan Daha segera menghimpun prajurit pilihan. Mereka segera berangkat ke desa Girah untuk menangkap Calon Arang.

Rakyat sangat gembira mendengar bahwa Calon Arang akan ditangkap. Para prajurit menjadi bangga dan merasa tugas suci itu akan berhasil berkat doa restu seluruh rakyat. Prajurit kerajaan Daha sampai di desa kediaman Calon Arang.

Belum sempat melepaskan lelah dari perjalanan jauh, para prajurit dikejutkan oleh ledakan-ledakan menggelegar di antara mereka. Tidak sedikit prajurit Daha yang tiba-tiba menggelepar di tanah, tanpa sebab yang pasti. Korban dari prajurit Daha terus berjatuhan. Musuh mereka mampu merobohkan lawannya dari jarak jauh.

Kekalahan prajurit Daha membuat para cantrik, murid Calon Arang bertambah ganas.

“Serang! Serang terus!” seru para cantrik. Pasukan Daha porak poranda dan lari pontang-panting menyelamatkan diri. Prabu Erlangga terus mencari cara untuk mengalahkan Calon Arang. Untuk mengalahkan Calon Arang, kita harus menggunakan kasih saying”, kata Empu Barada dalam musyawarah kerajaan.

“Kekesalan Calon Arang disebabkan belum ada seorang pun yang bersedia menikahi putri tunggalnya.“ Empu Barada meminta Empu Bahula agar dapat membantu dengan tulus untuk mengalahkan Calon Arang. Empu Bahula yang masih lajang diminta bersedia memperistri Ratna Manggali.

Dijelaskan, bahwa dengan memperistri Ratna Manggali, Empu Bahula dapat sekaligus memperdalam dan menyempurnakan ilmunya. Akhirnya rombongan Empu Bahula berangkat ke desa Girah untuk meminang Ratna Manggali. “He he … aku sangat senang mempunyai menantu seorang Empu yang rupawan.”

Calon Arang terkekeh gembira. Maka, diadakanlah pesta pernikahan besar-besaran selama tujuh hari tujuh malam. Pesta pora yang berlangsung itu sangat menyenangkan hati Calon Arang. Ratna Manggali dan Empu Bahula juga sangat bahagia. Mereka saling mencintai dan mengasihi.

Pesta pernikahan telah berlalu, tetapi suasana gembira masih meliputi desa Girah. Empu Bahula memanfaatkan saat tersebut untuk melaksanakan tugasnya. Di suatu hari, Empu Bahula bertanya kepada istrinya, “Dinda Manggali, apa yang menyebabkan Nyai Calon Arang begitu sakti?“

Ratna Manggali menjelaskan bahwa kesaktian Nyai Calon Arang terletak pada Kitab Sihir. Melalui buku itu, ia dapat memanggil Betari Durga. Kitab sihir itu tidak bisa lepas dari tangan Calon Arang, bahkan saat tidur, Kitab sihir itu digunakan sebagai alas kepalanya.

Empu Bahula segera mengatur siasat untuk mencuri Kitab Sihir. Tepat tengah malam, Empu Bahula menyelinap memasuki tempat peraduan Calon Arang. Rupanya Calon Arang tidur terlalu lelap, karena kelelahan setelah selama tujuh hari tujuh malam mengumbar kegembiraannya. Empu Bahul berhasil mencuri Kitab sihir Calon Arang dan langsung diserahkan ke Empu Baradah.

Setelah itu, Empu Bahula dan istrinya segera mengungsi. Calon Arang sangat marah ketika mengetahui Kitab sihirnya sudah tidak ada lagi, ia bagaikan seekor badak yang membabi buta. Sementara itu, Empu Baradah mempelajari Kitab sihir dengan tekun.

Setelah siap, Empu Baradah menantang Calon Arang. Sewaktu menghadapi Empu Baradah, kedua belah telapak tangan Calon Arang menyemburkan jilatan api, begitu juga kedua matanya. Empu Baradah menghadapinya dengan tenang. Ia segera membaca sebuah mantra untuk mengembalikan jilatan dan semburan api ke tubuh Calon Arang.

Karena Kitab sihir sudah tidak ada padanya, tubuh Calon Arang pun hancur menjadi abu dan bertiup kencang menuju ke Laut Selatan. Sejak itu, desa Girah menjadi aman tentram seperti sediakala.

Kontributor : Kiki Oktaliani

Load More