Eviera Paramita Sandi
Senin, 11 Oktober 2021 | 10:45 WIB
Tatanan sawah dengan irigasi sistem subak di Ubud, Bali. [shutterstock]

SuaraBali.id - Ubud merupakan sebuah desa di Bali yang sudah dikenal dunia internasional. Nama besar Ubud pun bahkan pernah masuk dalam film intenasional seperti Eat Pray Love yang dibintangi Julia Roberts. Sesungguhnya Ubud tidaklah berbeda dengan desa-desa lainnya di Bali namun mengapa Ubud sangat tersohor? Ada apa di balik Ubud?.

"Saya pribadi akan sedikit membagi cerita dari apa yang saya ketahui dari cerita nenek saya, dari buku-buku sejarah, buku-buku penelitian, maupun dari pengalaman pribadi saya, saya akan menyampaikan ringkas cerita seperti ini," ujar warga asli Ubud Anak Agung Bagus Ari Brahmanta. Cerita tentang Ubud ini disampaikan Agung pada acara Art, Culture, Culinary, Community Gathering kepada Beritabali.com – jaringan SuaraBali.id.

Awal kata "Ubud"

Pada abad ke 7 telah datang seorang pendeta yang bernama Markendya beserta pengikutnya yang sebenarnya beliau sebelumnya pernah tinggal di Dataran Dieng, Jawa Tengah. Beliau datang ke Bali melalui Sungai Wos. Perjalanan beliau terjadi 2 kali. Perjalanan pertama mengalami kegagalan karena banyak pengikut beliau yang meninggal. Setelah itu, beliau kembali ke Jawa dan melakukan meditasi di Gunung Raung, Jawa Timur.

Selanjutnya beliau berusaha kembali ke Bali dengan pengikutnya dengan melakukan upacara ritual secara berantai di beberapa pura seperti Pura Gunung Lebah Ubud, Pura Pucak Payogan Ubud, Pura Gunung Raung di Taro sampai akhirnya beliau bisa melaksanakan ritual di kaki Gunung Agung yang dikenal dengan nama Besakih saat ini. Dari perjalanan beliau inilah, kata "Ubud" ini disebutkan yang berasal dari kata "Ubad".

Pada saat itu konon ceritanya dalam perjalanan beliau, pengikutnya banyak yang sakit. Namun sesampainya di desa ini banyak yang sembuh setelah melakukan ritual penyucian diri di Sungai Wos Campuhan Ubud, di tempat berpadunya dua aliran sungai yang dinamakan secara spiritual Silukat dan Sudamala. Untuk diketahui dalam prasasti di Bali sebelumnya, baik pra sejarah atau purbakala maupun dalam dinasti Kudungga yang sudah di Bali pada abad ke 4 dan dinasti Warmadewa, tidak disebutkan kata "Ubud".

Ubud Pada Abad ke-14

Pada abad ke 14 Ubud disebutkan pada saat tampuk pemerintahan kerajaan Dalem Waturenggong, Adipati pada saat zaman pemerintahan Majapahit, pejabat yang ditempatkan oleh Raja yang beristana di Gegel untuk menguasai wilayah Ubud, dinamakan Gusti Ubud.

Masa Kerajaan Mengwi

Pada abad ke-16 setelah perubahan pusat pemerintahan dari Gegel dan pusat pemerintahan baru di Semarapura Klungkung, yang tetap dinasti Sri Aji Kepakisan di bawah kekuasaan di Bali, Raja I Dewa Agung Jambe dan di Bali tumbuh kerajaan kecil setelah runtuhnya kerajaan Gegel. Salah satunya adalah kerajaan Mengwi, Ubud, yang menjadi wilayah kerajaan Mengwi dimana wilayahnya sampai ke Pekerisan.

Pengaruh Dinasti Sukawati    Dinasti Sukawati tumbuh pada abad 17 setelah salah satu putra beliau dari dinasti Sri Aji Kepakisan di Semarapura Klungkung dalam cerita dapat mengalahkan Ki Balian Batur yang meruntuhkan Kerajaan Mengwi sehingga beberapa wilayah Kerajaan Mengwi berada di bawah kekuasaan Dinasti Sukawati dengan Raja I Dewa Agung Anom Sukawati membawahi wilayah utara Taro, barat Sungai Wos, timur Pekerisan dan selatan Pantai Ketewel. Salah satu putra dari Raja Sukawati ini membangun kerajaan kecil di Desa Peliatan yang membawahi Ubud. Putra-putra dari kerajaan kecil Peliatan ini membangun puri-puri sebagai penguasa wilayah beberapa desa seperi jabatan manca dan punggawa.

Pada abad ke-18 Ubud menjadi kerajaan kecil di bawah pengausa yang bernama Tjokorde Gede Sukawati. Di sinilah nama Ubud mulai popular karena kiprah beliau menundukkan kerajaan kecil di sekitarnya sehingga Ubud bisa ikut serta menundukkan Mengwi bersama kerajaan Badung atas perintah Kerajaan Klungkung sehingga wilayah Ubud menjadi lebih luas pada akhir abad 18 (buku The Spell of Power, 1650-1940, Henk Schulte Nordholt, KITLV Press, 1996).

Pemerintahan Hindia Belanda

Terpecahnya Bali menjadi kerajaan kecil dan saling perang antarkerajaan memudahkan pemerintah kolonial Belanda memasuki Bali. Pertama melalui pelabuhan di Buleleng dikenal dengan Perang Puputan Jagaraga. Kerajaan Buleleng bisa dikuasai. Kedua Perang Kesumba untuk menguasai Klungkung tidak berhasil. Melalui Perang Puputan Badung tahun 1906 Belanda menguasai kerajaan Badung, salah satu kerajaan tangan kanan dari kerajaan Bali berpusat di Klungkung dan pada tahun 1908 kerajaan terbesar di Bali bisa dikuasai oleh Perang Puputan Klungkung. Memasuki era pemerintahan Belanda ini kerajaan di Bali diatur oleh Belanda. Tentunya raja-raja diatur oleh Belanda sehingga pada saat itu Ubud menjadi keponggawaan di bawah kekuasaan Raja Gianyar.

Pendidikan Era Belanda

Load More