Scroll untuk membaca artikel
Dythia Novianty
Minggu, 22 Agustus 2021 | 11:38 WIB
Tsunami Selat Sunda 2018 masih tersisa di Pantai Carita, Pandeglang, Banten, Minggu (22/12/2019). [ANTARA FOTO/Muhammad Bagus]

SuaraBali.id - Hasil pemodelan tsunami Selat Sunda menunjukkan bahwa pesisir Jakarta akan dijangkau gelombang tsunami jika terjadi gempa dengan magnitudo 8,7, termasuk Ancol.

"Hasil pemodelan menunjukkan bahwa tsunami sampai di Pantai Jakarta dalam waktu sekitar 3 jam setelah gempa, dengan tinggi 0,5 meter di Kapuk Muara - Kamal Muara dan 0,6 meter di Ancol - Tanjung Priok," jelas Koordinator Bidang Mitigasi Gempa bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dilansir dari Berita Bali, Minggu (22/8/2021).

Pemodelan tsunami itu diukur dari muka air laut rata-rata (mean sea level). Dalam kasus terburuk, jika tsunami terjadi saat pasang, maka tinggi tsunami dapat bertambah.

"Selain itu, ketinggian tsunami juga dapat bertambah jika pesisir Jakarta sudah mengalami penurunan permukaan (subsiden)," katanya.

Baca Juga: Masyarakat di Jawa Timur Diimbau Waspadai Potensi Cuaca Ekstrem

Daryono juga mengingatkan bahwa tsunami pernah menyapu Jakarta saat terjadi letusan Gunung Krakatau pada 27 Agustus 1883.

Ia mengatakan erupsi Krakatau di Selat Sunda, yang menyebabkan runtuhnya badan gunung, memicu tsunami lebih dari 30 meter.

Dahsyatnya tsunami mampu menimbulkan kerusakan di Pulau Onrust di Kepulauan Seribu. Selain menerjang Pulau Onrust, tsunami juga menerjang Pantai Batavia.

"Gambaran Pantai Batavia dan Tanjung Priok yang dilanda tsunami saat itu sangat jelas dilaporkan Bataviaasch Handelsblad yang terbit pada 28 Agustus 1883," ungkap Daryono.

Tsunami dilaporkan membanjiri daratan dan menghempaskan perahu-perahu di pantai. Bencana ini juga menimbulkan kekacauan di Pelabuhan Tanjung Priok, menenggelamkan dua buah kapal, dan merusak beberapa jembatan dekat muara sungai di Batavia.

Baca Juga: BMKG Imbau Warga Waspada Potensi Cuaca Ekstrem

"Fakta tsunami 1883 menjadi dasar bahwa tsunami dahsyat di Selat Sunda dapat berdampak hingga pantai Jakarta," imbuh dia.

Adapun tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau pada 2018 lalu tidak mencapai Jakarta karena lebih kecil ketimbang pada 1883.

Meski demikian Daryono mengatakan bahwa pemodelan tsunami memiliki ketidakpastian yang sangat tinggi karena persamaan pemodelan sangat sensitif dengan data dan sumber pembangkit gempa yang digunakan.

"Bahkan jika sumber tsunaminya digeser sedikit saja, maka hasilnya juga akan berbeda. Inilah sebabnya maka selalu ada perbedaan hasil di antara pembuat model tsunami," beber dia.

Pekan ini diwartakan tentang hasil kajian Laboratorium Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) terkait potensi tsunami akibat gempa megathrust di selatan Jawa yang berdampak hingga Jakarta.

Daryono mengatakan riset semacam ini diperlukan sebagai acuan langkah mitigasi tsunami.

"Masyarakat diimbau tidak perlu panik karena kajian ini dibuat bukan untuk membuat masyarakat resah, tetapi untuk menyiapkan strategi mitigasi yang tepat dan efektif guna mengurangi risiko bencana yang mungkin terjadi," pungkas Daryono.

Load More