Scroll untuk membaca artikel
RR Ukirsari Manggalani
Senin, 17 Mei 2021 | 13:18 WIB
Ilustrasi wisata di Bali (Shutterstock)

SuaraBali.id - Guna menggairahkan perekonomian masyarakat, Kabupaten Badung, Bali berencana mengembangkan ekonomi kreatif dan sektor pertanian. Demikian disampaikan Anggota DRPD Badung, I G.A.A. Inda Trimafo Yudha, seperti dikutip dari BeritaBali.com, jaringan SuaraBali.id.

Dalam diskusi bersama Kepala Pelaksana Harian Bkraf Denpasar, I Putu Yuliarta kala itu, I G.A.A. Inda Trimafo Yudha menyebut krisis ekonomi akibat pandemi membuat Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Badung babak belur.

Turut menyumbangkan konsep penyediaan anggaran APBD Badung, ia menyatakan sebelum pandemi posisi Pendapatan Asli Daerah di Badung mencapai Rp6 triliun, kini turun Rp4,5 triliun hingga menjadi Rp2,4 Triliun.

Atas kondisi itu, I G.A.A. Inda Trimafo Yudha menyebut Badung mulai melirik sumber pendapatan dari sektor lain. Di antaranya adalah ekonomi kreatif dan pertanian.

"Melihat kondisi Badung, kami mengembangkan ekonomi kreatif Badung," ungkapnya.

Baca Juga: Wisata Bali: Oleh-oleh Keripik Tempe Khas Desa Jagaraga Buleleng

Dia menyadari pilihan untuk beralih sumber pendapatan dari sektor pariwisata menuju pertanian bukannya keputusan populer. Tetapi, dia yakin upaya itu membangun gairah sumber pendapat lainnya di Badung.

Pihaknya berencana akan bersinergi bersama Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Denpasar.

Diakuinya, perekonomian Badung yang babak belur, harus segera menyesuaikan diri, salah satunya beralih serta memfokuskan diri ke bidang ekonomi kreatif, dengan menentukan target market.

Ketua Pelaksana Harian Bkraf Denpasar, I Putu Yuliartha menilai ekonomi kreatif tidak bisa berdiri sendiri atau terkotak-kotak, hanya satu daerah saja, seperti Denpasar, Gianyar atau Badung saja.

Karena, semuanya masih dalam satu rantai, yang disebut "Economy Change" dengan circle ada dalam satu Pulau Bali.

Baca Juga: Wisata Bali: Pandemi Covid-19 Membuat Pantai Pandawa Sepi

"Contoh gampangnya di Bali ini, dari sekian ratus ribu produk yang dihasilkan di Bali, misalnya anyaman lontar," ujarnya.

Menariknya, kata dia, begitu bicara ekonomi kreatif, apapun produk turunannya, kini, yang dihadapi adalah transformasi digital yang tak mungkin dihindari.

Jika menyebutkan transformasi digital, diakuinya, telah berlangsung lama. Cuma saat masa pandemi ini, semua orang dipaksa bergerak menjadi lebih cepat lagi.

"Jadi tidak ada yang disembunyikan lagi, apalagi sistem menunggu. Semua terjadi begitu cepat," pungkasnya.

Load More