Pebriansyah Ariefana
Rabu, 12 Mei 2021 | 14:28 WIB
Ilustrasi berhubungan seks (Unsplash/Becca Tapert)

SuaraBali.id - Apakah hubungan seks di malam Idul Fitri berdosa? Malam Takbiran menjadi malam sukacita menyambut lebaran di keesokan harinya.

Namun apakah hubungan intim di malam takbiran diperbolehkan?

Ustadz HIkmatul Luthfi bin KH Imam Syamsudin menjelaskan hukum hubungan suami istri di malam idul Fitri dalam NU Online.

Berikut pertanyaan dan jawaban hukum hubungan suami istri di malam Idul Fitri:

Baca Juga: Kumpulan Ucapan Lebaran untuk Sahabat, Silaturahmi di Idul Fitri 1442 H

Pertanyaan:

Asalamualaikum...

Hapunten sateu acana, abdi bade tumaros, naha leres dina malam lebaran dua (idaen) atau Idul Fitri sareng Idul Adha teu kengeng hubungan suami istri? Nyuhunken penjelasana.
Wa’alaikum salam wr.wb.

(Mohon maaf sebelumnya, saya mau bertanya, apakah betul pada malam Lebaran, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, tidak boleh melakukan hubungan badan antara suami dan istri? Mohon penjelasannya).

BAS

Baca Juga: Zona Merah COVID-19, Warga Tabanan Dilarang Sholat Idul Fitri di Masjid

Di Bandung

Jawaban:

Wa'alaikumsalam wr.wb.

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah. Semoga penanya selalu dalam keadaan sehat wal afiat.

Terkait pertanyaan penanya, berdasarkan fikih temuan saya, maka berhubungan suami istri pada malam hari raya atau malam lainnya adalah halal mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya seperti pihak istri dalam keadaan haid atau nifas (Al-Baqarah: 222), dalam keadaan berpuasa (Al-Baqarah: 187), atau sedang Ihram haji dan umrah (Al-Baqarah: 197).

Dalam kitab Al-Majmu’ dijelaskan:

“Dalil kami untuk menanggapi argumentasi semua pendapat di atas adalah seperti yang dikemukakan Ibnu al-Mundzir bahwa berhubungan badan hukumnya boleh karena itu kita tidak bisa melarang dan memakruhkannya tanpa dalil. ( Al-Majmu’ Juz. 2, h. 241)

Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfatul Muhtaj mengatakan:

“Dikatakan bahwa bagus jika meninggalkan berhubungan badan pada malam awal bulan, pertengahan, dan akhir bulan, dengan disebutkan bahwa setan itu datang pada malam-malam tersebut. Namun ungkapan ini ditolak dengan sebab tidak adanya dalil yang tsabit sedikit pun, dan kewajiban membaca doa sebelum berhubungan badan itu akan dapat mencegah keburukan setan (Tuhfatul Muhtaj, Juz 3h. 187).

Sementara jika menggunakan perspektif tasawuf, memang banyak riwayat yang menyatakan larangan hubungan suami istri pada malam hari raya, malam awal, tengah dan akhir bulan. Hal ini dikemukakan kitab Qurrotul ‘Uyun, Fathul Izar. Juga dalam kitab Ihya’,:

‘Makruh bagi seseorang berhubungan badan di tiga malam tiap bulannya yaitu awal bulan, pertengahan bulan, dan akhir bulan’, dikatakan bahwa syaitan hadir jimak pada malam-malam ini dan dikatakan bahwa syaitan-syaitan itu berjimak di malam-malam tersebut (Ittihaf Sadat al-Muttaqin Syarh Ihya ‘Ulumiddin, Juz. 6 h. 175).

Larangan ini hanya sampai pada makruh, tidak pada haram. Bisa jadi yang memakruhkan hubungan suami istri pada malam-malam yang disebutkan tadi berdasarkan pada seharusnya malam-malam tersebut digunakan untuk beribadah. Pada malam hari raya kita diperintahkan untuk berdoa sebab pada malam tersebut merupakan waktu diijabahnya doa. Pada malam hari raya juga seharusnya kita isi dengan takbir, dzikir, dan berdoa.

Pada kitab Qutul Qulub disebutkan makruh berhubungan awal malam:

“Makruh jimak di awal malam lalu ia tidur dalam keadaan tidak suci, sesungguhnya roh itu naik ke arasy , maka siapa diantara roh-roh itu yang suci tidak sedang junub dia diizinkan sujud di arasy, sementara roh yang sedang berjunub itu tidak diizinkan ke arasy” (Abi Thalib al-Makki, Qutul Qulub, Juz. 2, h. 424).

Wallahu a'lam bis shawab.

Load More