SuaraBali.id - Apakah pasien positif COVID-19 wajib puasa Ramadhan? Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis memberikan jawaban hukum puasa Ramadhan untuk pasien COVID-19.
Namun pada prinsipnya, puasa Ramadhan wajib bagi setiap muslim. Namun bagi mereka yang sedang menderita sakit bisa tidak puasa Ramadhan, namun nantinya diganti di hari lain (Surah Al-Baqarah 185).
Hal itu juga berlaku untuk pasien COVID-19. Hanya saja jika memang penderita virus hanya memiliki gejala ringan maka masih wajib berpuasa.
Jika gejala sedang, bisa mempertimbangkan sejauhmana puasa dapat berdampak pada kesehatan. Jika memang sanggup maka puasa wajib hukumnya, namun jika tidak dapat mengqadha di 11 bulan berikutnya.
Baca Juga: Nakes dan Pasien Wisma Atlet Alunkan Lagu Heal The World Pakai Angklung
Sehingga tidak harus menunggu keterangan atau rekomendasi dari dokter.
"Demikian juga pasien yang memiliki gejala berat dan memiliki penyakit komorbid yang membahayakan jiwa maka tidak wajib berpuasa," jelas dia.
Sementara itu Sekjen Al Washliyah Ustaz Masyhuril Khamis sepakat bahwa seseorang yang sedang sakit memiliki keringanan untuk menunda puasanya sampai ia kembali sehat dan mampu untuk berpuasa.
Sakit yang dimaksud di atas adalah semua jenis sakit yang menjadikan seseorang tidak mampu berpuasa.
Termasuk seseorang yang terjangkit Covid-19.
"Mereka yang terjangkit kemudian mengalami gejala yang menjadikannya tidak mampu lagi berpuasa, maka baginya boleh membatalkan puasa pada hari itu. Akan tetapi bagi sebagian orang yang terkena virus covid, namun tidak memiliki gejala, atau hanya gejala ringan saja, maka keringanan tidak berpuasa tidak berlaku padanya," jelas dia.
Baca Juga: Vitamin D Terpenuhi Bisa Bantu Pasien Lawan Covid-19
Dalam buku fikih Mereka yang Boleh Tidak Puasa Ramadhan tulisan Ahmad Hilmi dijelaskan bahwa ulama sepakat bahwa sakit adalah salah satu sebab dibolehkannya tidak berpuasa pada bulan Ramadhan.
Hanya saja para Ulama fiqih berbeda pendapat tentang kriteria sakit tersebut, semua sakit atau hanya sakit tertentu saja.
Secara umum, ulama tidak mengalami perbedaan pendapat yang signifikan terkait penentuan kriteria sakit yang membolehkan seseorang tidak berpuasa Ramadhan.
Penyakit yang dimaksud adalah penyakit yang akan bertambah buruk atau lambat kesembuhannya atau juga semakin parah jika puasa dilakukan. Namun jika puasa tidak memberi pengaruh negatif terhadap penyakit yang diderita, maka puasa tetap wajib dilakukan.
Berikut empat pendapat mahzab mengenai kriteria orang sakit yang boleh tidak berpuasa. Mahzab Hanafi menjelaskan bahwa ketika seseorang dalam satu kondisi tertentu dibolehkan sholat fardhu dengan duduk, maka itu juga dijadikan patokan boleh tidak puasa. Sedangkan kebolehan secara mutlak, bahkan sampai derajat wajib tidak puasa, adalah ketika puasa dikhawatirkan menyebabkan kematian.
Imam Malik mengatakan, boleh tidak puasa karena adanya penyakit yang dikhawatirkan akan semakin bertambah atau semakin buruk, melalui diagnosa dokter, atau pengalaman, jika puasa tetap dilakukan. Bahkan ketika puasa tersebut bisa menyebabkan kematian,maka tidak puasa menjadi wajib. Puasa tidak boleh ditinggalkan karena tidak ada kesulitan apapun bahkan tidak ada unsur yang membahayakan jika tetap berpuasa.
Sedangkan madzhab Syafi'i yang juga dibahas oleh Imam An-Nawawi, bahwa hanya sekedar sakit tidak lantas menjadikan rukhsah bolehnya tidak puasa. Sakit yang ringan tidak ada unsur sulit dan berat yang jelas-jelas nampak dan dirasakan, maka harus tetap puasa. Menurut An-Nawawi, pendapat ini bersebrangan dengan Dhahiriyah yang menjadikan semua sakit secara mutlak sebagai kebolehan tidak puasa.
Mahzab Hanbali, Imam ibnu Qudamah di dalam kitabnya Al-Mughni mengatakan tentang kriteria penyakit yang menjadi faktor bolehnya tidak berpuasa adalah sakit yang menjadi parah atau penyembuhannya lambat dengan dilaksanakannya puasa, sakit yang membolehkan tidak berpuasa adalah sakit yang dengan puasa akan semakin parah, atau dikhawatirkan kesembuhannya terlambat.
Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa penyakit itu berbeda-beda. Ada yang dengan berpuasa menjadi berbahaya, ada juga yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan puasa, sakit gigi, luka di jari dan sebagainya.
Imam Ahmad ibnu Hanbal pernah ditanya tentang kriteria sakit boleh tidak berpuasa Ramadhan. Beliau menjawab, yang penting si pasien belum bisa puasa. Apakah seperti demam? Beliau mengatakan, adakah penyakit yang lebih parah dari demam.
Dari pendapat di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa, apa pun penyakitnya, asalkan ada pengaruh negatif atau efek samping dengan dilaksanaknnya puasa, maka dia boleh berbuka.
Berita Terkait
-
Bayar Utang Puasa Sebelum Ramadhan 2025 Datang, Jangan Lalai!
-
Puasa Dzulhijjah tapi Masih Punya Hutang Puasa Ramadhan, Bagaimana Hukumnya?
-
Doa Niat Ganti Puasa Ramadhan Setelah Lebaran, Bolehkah Digabung Puasa Syawal?
-
Bayar Utang Puasa Ramadan VS Puasa Syawal, Mana yang Harus Didahulukan?
-
Apakah Boleh Tidak Puasa Saat Mudik? Pahami Ketentuan dan Aturannya
Tag
Terpopuler
- Dicoret Shin Tae-yong 2 Kali dari Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Sebenarnya Saya...
- Momen Suporter Arab Saudi Heran Lihat Fans Timnas Indonesia Salat di SUGBK
- Elkan Baggott: Hanya Ada Satu Keputusan yang Akan Terjadi
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Kekayaan AM Hendropriyono Mertua Andika Perkasa, Hartanya Diwariskan ke Menantu
Pilihan
-
PublicSensum: Isran-Hadi Unggul Telak atas Rudy-Seno dengan Elektabilitas 58,6 Persen
-
Munawwar Sebut Anggaran Rp 162 Miliar untuk Bimtek Pemborosan: Banyak Prioritas Terabaikan
-
Drama Praperadilan Tom Lembong: Kuasa Hukum Bongkar Dugaan Rekayasa Kesaksian Ahli
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
-
5 Rekomendasi HP Infinix Sejutaan dengan Baterai 5.000 mAh dan Memori 128 GB Terbaik November 2024
Terkini
-
Inilah Kelebihan Apple Watch SE Gen 2
-
Kunjungan Wisatawan ke Gunung Rinjani Tinggi, Sampah Capai 31 Ton di Jalur Pendakian
-
Hilang Dua Hari di Kebun Saat Hendak Sembahyang, Dadong Ramaeyani Ditemukan Selamat
-
Dispar Bereaksi Ketika Bali Tidak Direkomendasikan di Tahun 2025 : Tidak Ada Alasan
-
Serangan Hoaks Pilkada Bali: Polda Kewalahan Buru Buzzer TikTok & Instagram