Scroll untuk membaca artikel
Bangun Santoso
Senin, 22 Maret 2021 | 06:51 WIB
Sebagai ilustrasi: Umat Hindu merayakan Hari Raya Galungan di tengah situasi aktifitas Gunung Agung pada level siaga di Pura Besakih, Karangasem, Bali, Rabu (1/11

SuaraBali.id - Setiap enam bulan sekali, atau 25 hari menjelang Hari Raya Galungan, tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Wariga, sebagian besar warga Bali yang memiliki kebun melaksanakan ritual "Ngatag".

Seperti yang dilakukan salah seorang warga asal Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, Ni Wayan Wage (70) pada Sabtu (20/03/2021).

Dilansir dari Beritabali.com, sejak pagi hari di hari yang juga dikenal dengan sebutan Tumpek Pengatag atau Tumpek Uduh atau Tumpek Bubuh ini, ia mulai berkeliling di areal kebun miliknya dan menghampiri setiap pohon yang ada seperti pohon salak, pohon pisang, pohon kelapa, pepaya, pohon Manggis dan pohon lainnya sembari membawa beberapa perlengkapan ritual seperti, canang, "tipat taluh", "Samsam segau", jajan kelepon hingga sabit.

"Ini semua perlengkapan untuk dipakai Ngatag, doanya agar pohonnya berbuah lebat sehingga bisa dipakai saat hari raya Galungan nanti," tutur Wage menggunakan bahasa bali yang sudah diterjemahkan.

Baca Juga: 5 Pesona Artis Pakai Kebaya Rayakan Galungan, Aura Kasih Bak Gadis Bali

Saat melaksanakan ritual, pohon yang sebelumnya sudah diikatkan ambu (daun aren muda), akan dihaturkan canang beserta beberapa sarana lainnya seperti tipat taluh hingga samsam segau, kemudian pohon dipukul-pukul menggunakan punggung sabit sambil mengucapkan kata “Kaki-kaki Galungan bin selae, nged… nged… nged…” dilanjutkan dengan melemparkan jajan kelepon ke arah atas.

Meski belum diketahui secara pasti tentang makna dari kata-kata tersebut, namun warga meyakininya sebagai uangkapan rasa syukur dan juga sebagai doa kepada Tuhan agar nanti saat menjelang hari raya Galungan hasil panen kebun melimpah dan bisa dipergunakan sebagai sarana pelengkap upakara yang dibuat saat hari raya Galungan.

Load More