Pebriansyah Ariefana
Kamis, 18 Maret 2021 | 19:30 WIB
Perang api jadi salah satu tradisi di lingkungan Sweta dan Negara Sakah, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram untuk rayakan Hari Raya Nyepi. (beritabali)

"Selama ini tidak ada permusuhan dari dua kubu, bila ada perselisihan langsung diselesaikan hari itu juga," terang seorang krama yang ikut dalam ritual ini.

Usai perang api selesai, warga dari kedua kubu pun saling rangkul dan bersalaman. Tidak ada dendam diantara kedua kubu. Kubu Banjar Negara Sakah maupun Banjar Sweta.

Selain untuk menyambut perayaan Nyepi, sebagian warga percaya perang api ini dahulu dilakukan untuk penolak bala dari serangan wabah penyakit, dan merupakan cerminan semangat umat Hindu untuk melaksanakan Nyepi yang akan dilaksanakan mulai dari menjelang terbit matahari sampai keesokan harinya saat menjelang terbit matahari.

Meskipun bergelora dan bernuansa penuh kekerasan, namun para pemuda dari banjar yang berbeda itu tetap menjaga rasa persaudaraan dan saling menghargai.

Mereka berpelukan dan bersalaman sebagai wujud kokohnya persatuan menjaga tradisi leluhur mereka.

Menjelang malam, perang pun berakhir, Gobog itu kemudian dibawa pulang dan akan dibakar kembali, sebagai tanda hilangnya keburukan dan musibah di muka bumi.

Umat Hindu di Pulau Lombok lalu berharap bisa memenangkan kebaikan atas segala bentuk kejahatan yang merupakan tujuan pelaksanaan catur brata penyepian.

Load More