Scroll untuk membaca artikel
RR Ukirsari Manggalani
Selasa, 16 Maret 2021 | 11:17 WIB
Menjunjung sesajen menjelang Hari Raya Nyepi di Bali, diabadikan jauh sebelum masa pandemi Covid-19. Sebagai ilustrasi penggunaan gerabah untuk perlengkapan upakara [Antara/Nyoman Budhiana]

SuaraBali.id - Pandemi Covid-19 memberikan dampak di berbagai lini, termasuk bidang industri rumahan dan kerajinan di Bali. Salah satu contohnya adalah usaha gerabah perlengkapan upakara di Banjar Basang Tamiang, Kelurahan Kapal, Desa Kapal, Kabupaten Badung, Bali. Disebutkan bahwa kondisinya tengah mati suri.

Dikutip dari BeritaBali.com, jaringan SuaraBali.id, I Ketut Subrata, salah satu pengrajin dan pelaku usaha gerabah di desa itu menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 memberikan dampak negatif.

Yaitu terjadinya penurunan permintaan sejak pandemi muncul. Penyebabnya adalah pembatasan kegiatan serta keramaian, termasuk kegiatan adat terutama Pitra Yadnya, dimana permintaan produk gerabah paling banyak dibutuhkan sebagai perlengkapan upakara.

"Ya, tentu menurun pesanannya karena tidak ada upakara ngaben massal saat ini," papar I Ketut Subrata.

Baca Juga: Nyepi di Bali Zaman Old: Pesawat Udara Beroperasi, Maling Beraksi

Menurutnya, sebelum pandemi pesanan datang dari sebagian daerah di Bali. Dalam satu kali pemesanan, jumlahnya bisa mencapai ratusan hasil karya dari gerabah. Seperti coblong, payuk pere, caratan alit, paso dan senden.

"Langganan berasal dari Karangasem, Buleleng, Klungkung dan beberapa daerah lainnya di Bali. Tentu semua tergantung dari pesanan, biasanya paling ramai pada bulan Agustus dan September," ucap I Ketut Subrata.

Dalam kondisi seperti sekarang, I Ketut Subrata hanya mampu bersyukur dan berharap bisa tentu tetap berkarya dan mendapat cukup penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Load More