Berdasarkan riset BPS tahun 2019 yang dijabarkan Celios, permasalahan yang paling dirasakan UMKM adalah adanya persaingan bisnis, kemudian diikuti permodalan dan pemasarannya.
Menurut Nailul Huda pelaku usaha mikro, masih mengandalkan modak pribadi, rentenir bahkan keluarga.
Tak banyak yang mengakses permodalan yang bersumber dari bank hal ini diduga karena proses pinjaman bank yang tidak terjangkau karena masalah suku bunga yang tinggi, birokrasi yang berbelit dan sebagainya.
“Kita perlu pembiayaan alternatif selain bank seperti pembiayaan online, salah satunya seperti Amartha,” ujarnya.
Baca Juga:Lebih Senior 10 Tahun, Maxime Bouttier Kaget dengan Gaya Hidup Tak Biasa Luna Maya
Tak hanya memberi bantuan pada permodalan, tapi juga pelatihan dan akses promosi.
Pelatihan yang dimaksud salah satunya seperti pembuatan laporan keuangan.
Menurut Huda, banyak sekali pelaku usaha yang mencampur adukkan keuangan keluarga dengan usahanya sehingga banyak yang bingung sudah seberapa besar keuntungan murni dari usahanya tersebut.
“Ini yang kita dorong seperti halnya Amartha untuk membantu memberikan pengetahuan tentang laporan keuangan sederhana,” jelasnya.
Pembahasan dalam diskusi ini juga diwarnai dengan pendapat para peserta tentang keadaan keuangan di Bali mulai dari sektor produksi hingga jasa.
Baca Juga:Kemenperin Minta Bali Koordinasi Soal Pelarangan AMDK, Koster : Nggak Perlu, Ini Kewenangan
Di Bali, UMKM lokal menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi 5,48 persen pada 2024, lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya 5,03 persen.