SuaraBali.id - Pelaku industri Pariwisata diminta tidak lagi menawarkan atau memasarkan paket wisata dengan istilah Paket Nyepi.
Permintaan ini disampaikan oleh Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun, hal ini diminta supaya jangan sampai menodai umat Hindu yang sedang Nyepi.
"Saya harap stakeholder pariwisata tidak lagi menjual istilah Paket Nyepi. Jangan sampai menodai umat Hindu yang menjalankan Brata Penyepian," ujarnya, beberapa waktu lalu sebagaimana diwartakan beritabali.com – jaringan suara.com.
Ia menegaskan bahwa promosi wisata selama Hari Raya Nyepi tidak diperbolehkan.
Baca Juga:Pedasnya Harga Jelang Nyepi & Lebaran: Cabai Rawit di Bali Tembus Rp130 Ribu Per Kilogram
Hal ini supaya umat Hindu di Bali bisa menjalankan tapa brata penyepian dengan khusyuk tanpa gangguan aktivitas pariwisata yang tak sesuai dengan tradisi.
Okupansi Diprediksi Naik
Sementara itu, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Ida Bagus Agung Partha Adnyana, mengungkapkan bahwa tingkat okupansi hotel di Sanur saat ini berada di kisaran 62–65 persen.
Angka ini diprediksi akan bertambah sebanyak 15 persen menjadi 77,5 persen.
"Untuk wisatawan mancanegara, Januari mengalami kenaikan sekitar 20 persen. Sementara pada Februari 2025, ada sedikit fluktuasi. Namun, data finalnya masih kami hitung," ujarnya.
Baca Juga:Cuaca Buruk Akibat Siklon Ancam Bali, 18 Pohon Tumbang dalam Sehari
Menurutnya, meski jumlah wisatawan asing saat ini stabil, wisatawan domestik malah mengalami penurunan.
Faktor utama yang memengaruhi hal tersebut adalah harga tiket pesawat yang relatif tinggi.
"Wisatawan domestik sangat tergantung pada harga tiket. Jika ada kebijakan yang membuat tiket lebih terjangkau, maka kunjungan bisa meningkat," tambahnya.
Secara keseluruhan, okupansi hotel di Bali diperkirakan mencapai 70 persen.
Sanur diprediksi memiliki tingkat okupansi tertinggi hingga 80 persen, sementara daerah lain kemungkinan berada di bawah angka tersebut.
Aturan Baru Wisman
Sementara itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali meluncurkan Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2025 yang berisi tatanan baru bagi wisatawan asing.
Melalui SE itu, Gubernur Bali Wayan Koster mengatur kewajiban, larangan, serta sanksi bagi wisatawan asing.
Adapun kewajiban wisatawan asing, yakni pertama wajib memuliakan kesucian pura, pratima, dan simbol-simbol keagamaan yang disucikan.
"Dengan sungguh-sungguh menghormati adat istiadat, tradisi, seni, dan budaya serta kearifan lokal masyarakat Bali dalam kegiatan prosesi upacara dan upacara yang sedang berlangsung," kata Gubernur asal Desa Sembiran tersebut.
Wisman juga diminta memakai busana yang sopan, wajar, dan pantas, khususnya pada saat berkunjung ke tempat suci, daya tarik wisata, tempat umum, dan selama melakukan aktivitas di Bali.
Tak hanya pakaian, wisatawan diminta berkelakuan sopan di kawasan suci, kawasan wisata, restoran, tempat perbelanjaan, jalan raya, dan tempat umum.
Selain itu wisman juga harus membayar pungutan Rp150 ribu sebelum keberangkatan atau selama berada di Bali.
Selama di Balim mereka juga wajib didampingi pemandu wisata yang memiliki izin dan memahami kondisi alam, adat istiadat, tradisi, serta kearifan lokal masyarakat Bali.
Aturan bertransaksi juga masuk seperti melakukan penukaran mata uang asing pada penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) resmi (baik bank maupun nonbank), melakukan pembayaran dengan menggunakan kode QR standar Indonesia, dan melakukan transaksi dengan menggunakan mata uang rupiah.
Wisman juga diwajibkan memiliki izin berkendara seperti memiliki SIM internasional atau nasional, tertib berlalu lintas, berpakaian sopan, menggunakan helm saat menaiki sepeda motor.
Selain itu, mengikuti rambu-rambu lalu lintas, tidak memuat penumpang melebihi kapasitas, dan tidak dalam pengaruh minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang.
"Menggunakan alat transportasi laik pakai roda empat yang resmi bernaung di bawah badan usaha atau asosiasi penyewaan transportasi," ujar Koster.
Terkait penginapan, wisman diminta menginap di di tempat usaha akomodasi yang berizin serta menaati segala ketentuan khusus yang berlaku di masing-masing daya tarik wisata dan aktivitas wisata.
Di bagian larangan, wisman tidak diperbolehkan memasuki bagian utama dan tengah tempat suci, kecuali untuk keperluan bersembahyang, memanjat pohon yang disakralkan, dan berkelakuan yang menodai tempat suci.
Untuk menjaga alam, wisman dilarang membuang sampah sembarangan atau mengotori mata air dan menggunakan plastik sekali pakai.
Gubernur Bali juga menyelipkan larangan pengucapan kata-kata kasar dan berperilaku tidak sopan serta melakukan kegiatan bisnis atau bekerja tanpa dokumen resmi.
"Wisatawan asing yang melanggar ketentuan akan ditindak tegas berupa pemberian sanksi atau proses hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia," ucapnya.
Bagi masyarakat yang menemukan wisatawan nakal atau berulah, Pemprov Bali mengarahkan agar melapor ke kontak 081-287-590-999 supaya pihaknya segera menindak mereka.