Namun Petru smenyatakan bahaya dan meminta seluruh keluarga berlindung di rumah.
Rasa khawatir, cemas dan ketakutan semakin menjadi-jadi tatkala langit menjadi merah dan lontaran batu pijar dan pasir tak hentinya dirasakan dari dalam rumah.
"Lalu saya keluar ke dapur, batu besar hantam pintu dapur, daun pintu terpental kena saya dan listrik malam itu langsung padam," ungkapnya.
Petrus merasa malam itu bak akhir dari dunia, alam menunjukkan kedigdayaannya. Warga desa berlarian ke luar rumah, sebagian warga bertahan dalam rumah mendaraskan doa dan harap agar bencana dahsyat itu segera berlalu.
Baca Juga:Dari Pos Pengungsian Gunung Lewotobi, Warga Tetap Dukung Dan Semangati Timnas Indonesia
Ia bersama keluarga serta warga menyelamatkan diri ke wilayah jalan utama yang berjarak cukup jauh dari kaki gunung.
Warga desa pun trauma atas peristiwa mengerikan tersebut.
Di tengah kacau dan mencekamnya suasana kala itu, ia mendapatkan kabar bahwa bibi, paman dan empat anggota keluarganya tewas tertimbun dalam satu rumah yang roboh akibat dihantam batu pijar.
Petrus tak kuasa menceritakannya lagi, suara seraknya tertahan di tenggorokan. Ia mulai menangis saat menyebut sebanyak enam dari sembilan korban jiwa dari Desa Klatanlo merupakan keluarga dekatnya.
Hatinya pun teriris pilu melihat langsung proses evakuasi tim gabungan yang berjalan dramatis. Perihnya kejadian itu harus ia jalani penuh rasa tanggung jawab.
Baca Juga:Cerita Warga Saat Kejadian Erupsi Gunung Lewotobi, Lari Dan Hanya Ada Pakaian di Badan
Pada Senin paginya ia bersama personel TNI dan pemerintah setempat menguburkan seluruh korban.