Selanjutnya, agar kualitas minyak jelangan yang dihasilkan lebih bersih, Salimin kemudian menggunakan saringan untuk memisahkan minyak dengan ampas.
Salimin mengaku membuat minyak jelengan sebagai cara bertahan di tengah kelangkaan dan mahalnya harga minyak.
"Agar lebih hemat juga, kan sekarang harga minyak mahal belum lagi langka," katanya.
Tak hanya sebagai konsumsi pribadi, Salimin mengaku juga menjual minyak jelengan. Untuk satu botol minyak jelengan, biasanya ia menjual dengan kisaran harga 14 hingga 17 ribu perbotol.
Salimin mengaku, tidak terdapat perbedaan rasa yang signifikan jika memasak menggunakan minyak goreng yang dijual di toko dengan minyak jelengan buatannya.
"Sama aja rasanya, enak," ujarnya singkat.
Pembuatan minyak jelengan dari kelapa ini diakui Salimin sudah dilakukan warga sejak dahulu secara turun temurun. Warga menggunakan alat memasak tradisional, dari tungku kayu bakar.
Biasanya, minyak jelengan ini, kata Salimin hanya dibuat pada saat ada acara ritual keagamaan secara berkelompok sebagai tradisi yang diwarisi nenek moyang.
Adanya solusi dari minyak jelengan ini membuat warga lebih berhemat dan tak perlu khawatir lagi untuk persediaan minyak goreng. Terlebih lagi, sisa dari pembuatan minyak jelengan ini bisa dimanfaatkan warga jadi lauk pauk.
Sementara itu, pemerintah provinsi NTB melalui Dinas Ketahanan Pangan (DKP) mengimbau masyarakat untuk menggunakan minyak tradisional (jelengan) di tengah ketidakpastian distribusi minyak goreng kemasan.