Baliho Viral di Kerobokan Bali Berisi Sentilan Sarkasme Malu Sama Pacar, Ternyata Begini Cerita di Baliknya

Ketua Yowana Desa Adat Kerobokan, I Gusti Prayoga Mahardika Putra menuturkan, latar belakang di balik pemasangan baliho tersebut.

Eviera Paramita Sandi
Jum'at, 18 Februari 2022 | 19:04 WIB
Baliho Viral di Kerobokan Bali Berisi Sentilan Sarkasme Malu Sama Pacar, Ternyata Begini Cerita di Baliknya
Baliho Viral sindiran kepada pengamen di Banjar Tegallantang Kaja, Simpang Jalan Gunung Salak - Jalan Teuku Umar, Kota Denpasar, Bali, pada Jumat (18/2/2022). [Suara.com /Yosef Rian]

Tak Hanya di Kerobokan  

Saat ini, kata Yoga, total ada 5 titik, satu Baliho besar di Banjar Tegallantang Kaja dan 4 berukuran lebih kecil 1 meter x 1,5 meter terpasang di persimpangan jalan seputaran Jalan Teuku Umar - Jalan Mahendradatta Kota Denpasar.

Yoga yang juga menjabat Ketua Yowana Kabupaten Badung mengaku sudah mempersiapkan 8 Baliho lain untuk dipasang di seputaran wilayah Denpasar dan Badung dengan kata-kata yang bervariatif.

"Kita sudah siapkan 8 titik lagi besar dan kecil, rencana di kawasan yang ramai pengamen dan pengemis seperri di Gatsu, Kerobokan lalu di sepanjang Sunset Road ada beberapa titik persimpangan kita pasang, kata-katanya serupa tapi bervariasi, misalnya Dari Pada Mengamen Mending Ikut X-Factor Aja, ya kata kata seperti itu kurang lebihnya," tutur dia.

Dana yang digunakan untuk pembuatan Baliho tersebut berasal dari dana swadaya Yowana dan bantuan dari Desa Adat karena pembuatannya yang juga persetujuan dari tingkat Desa Adat hingga Pemerintah.

"Kalau yang besar total rangka dan spanduknya sekitar Rp 300 ribu, kalau yang kecil sekitar Rp 70 ribu tiap satu papannya," papar Yoga

"Pemasangannya kami juga koordinasi izin dari tingkat paling bawah Kelian Banjar sudah ke Kepala Desa Padangsambian Kelod hingga Satpol PP, kami bermaksud tujuan baik, kami tidak hanya mengimbau untuk tidak megamen tapo juga memberikan saran dan solusi," pungkasnya.

Adapun kegiatan penertiban Gelandangan, Pengemis, Pengamen dan usaha sejenis lainnya telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 tahun 2015 tentang Ketertiban Umum.

Dasar hukumnya, Paragraf 2 Pasal 40 Perda 1 tahun 2015 berisi setiap orang dilarang melakukan kegiatan gelandangan, meminta-minta, mengemis, mengamen atau usaha lain sejenis

Bunyinya setiap orang dilarang menyuruh orang lain termasuk anak-anak, penyandang disabilitas, untuk melakukan kegiatan meminta-minta, mengemis, mengamen atau usaha lain yang sejenis.

Ternyata, selain itu juga dalam Perda tersebut juga melarang orang memberikan uang atau barang kepada gepeng, pengamen, peminta-minta atau usaha sejenis lainnya.

Bunyinya setiap orang dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada peminta-minta, pengemis, pengamen, atau usaha lain yang sejenis.

Warga Padangsambian Kelod, Sulastri mengaku mendukung pemasangan Baliho tersebut karena dirinya merasa prihatin melihat anak-anak kecil dimanfaatkan untuk meminta-minta dengan modus berjualan tissue di persimpangan-persimpangan jalan, terlebih adanya isu ekspolitasi, ia meminta pemerintah dan lembaga terkait concern dalam hal ini.

"Iya saya mendukung adanya Baliho tersebut, kasihan miris melihat anak-anak kecil disuruh minta - minta modusnya jualan tissue, ada isu juga dengar - dengar mereka ini disewakan, pemerintah harus tanggap dan membongkar praktik ini, kasihan anak-anak itu hujan-hujan panas-panas, mereka selayaknya belajar bukan seperti ini, lalu yang dewasa mereka masih produktif masih bisa bekerja yang layak, tapi lebih memilih meminta-minta memanfaatkan anak-anak kecil," ungkapnya

Kontributor : Yosef Rian

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini