Lea Ciarachel Menyesal Main Sinetron Zahra, Tak Dikasih Tahu Jadi Istri Ketiga

Lea Ciarachel mencurahkan isi hatinya usai Sinetron Suara Hati Istri yang tayang di Indosiar mendapatkan kecaman dari berbagai pihak.

Pebriansyah Ariefana
Rabu, 02 Juni 2021 | 17:50 WIB
Lea Ciarachel Menyesal Main Sinetron Zahra, Tak Dikasih Tahu Jadi Istri Ketiga
Lea Ciarachel. (Instagram/@ciarachelfx)

SuaraBali.id - Lea Ciarachel menyesal main Sinetron Zahra yang dituding promosikan pedofilia. Sebab Lea Ciarachel berperan sebagai peran utama sebagai Zahra.

Lea Ciarachel mencurahkan isi hatinya usai Sinetron Suara Hati Istri yang tayang di Indosiar mendapatkan kecaman dari berbagai pihak.

Lea Ciarachel mengaku tak akan mengambil tawaran sinetron Zahra jika mengetahui jalan ceritanya dari awal.

“Kalo dikasih tau dari awal aku ga bakal ambil ini. Kayak aku dateng langsung disuruh ketemu produser lusanya langsung syuting HAHAHA mau nolak juga gak bisa,” tulis Lea Ciarachel.

Baca Juga:Pak Tirta Ngamuk Sinetron Zahra Dihujat: Apa Sih? Nggak Suka, Tinggal Skip!

Sementara itu, Panji Saputra, pemeran Pak Tirta ngamuk Sinetron Zahra dihujat dan disebut promosikan pedofilia.

Sinetron Suara Hati Istri yang tayang di Indosiar itu pun mendapat teguran KPI atau Komisi Penyiaran Indonesia.

Pak Tirta tak terima dengan tudingan itu. Pak Tirta malah minta netizen tidak usah nonton Sinetron Zahra jika tidak suka.

“Apaansi komennya kalau ga suka tinggal skip susah amat padahal belom nonton dari awal kalau dari awal pasti lu pada baper yakin gw,” tulis dia Instagram, Selasa kemarin.

Kekinian Indosar ganti Lea Chiarachel tak lagi perankan Zahra di Sinetron Zahra atau Sinetron Suara Hati Istri. Sinetron Zahra dikecam karena istri ketiga diperankan anak berusia 15 tahun, yaitu Lea Chiarachel. Bahkan ada tudingan Sinetron Zahra promosikan pedofilia.

Baca Juga:4 Artis Ini Komentari Sinetron Zahra, Ernest Prakasa Singgung Nurani dan Akal Sehat

Keputusan itu diungkapkan Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo dalam pernyataan persnya, Rabu (2/6/2021).

"Indosiar menerima semua masukan dan akan segera mengganti pemeran dalam 3 episode mendatang pada sinetron tersebut,” kata Mulyo Hadi Purnomo.

Sebelumnya, Sinetron Suara Hati Istri atau Sinetron Zahra dilaporkan ke KPI atau Komisi Penyiaran Indonesia. Sintron Zahra Indosiar dinilai promosikan pedofilia.

Sebab gadis berusia belasan tahun, Lea Chiarachel jadi istri ketiga atau dipoligami. Bukan hanya status pernikahannya, sinetron itu juga dikecam lantaran adegan suami istri yang ditampilkan.

Judul 'Malam pertama Zahra dan pak Tirta! Istri Pertama dan Kedua Panas?' serta 'Zahra Hamil! Pak Tirta dan Zahra Semakin Mesra' yang menjadi sorotan warganet di media sosial.

Banyak yang mengadukan persoalan ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Salah satu poin aduan, sinetron tersebut dinilai mengampanyekan pedofilia.

"Aduan: romantisasi grooming, pedofilia, pemeran di bawah umur berperan sebagai istri dan adegan kurang pantas. KPI buka mata, siaran sehat untuk rakyat," tulis @cipilable.

"Masa anak di bawah umur dijadiin istri ketiga, mana hamil juga," ujar @nr_audia.

"Bisa dihentikan paksa nggak sih sinetronnya?" tanya @koowcing.

Ada yang menilai sinetron semacam itu sulit dihentikan selama ada penontonnya.

"Kayaknya nggak bisa selama rating naik. Kalau nggak, cuma dapet teguran aja. Habis itu lanjut aja," kata @asn_1412.

Sementara itu, aduan soal sinteron tersebut belum mendapat respons dari KPI. Sebagai informasi, sinetron Suara Hati Istri mengisahkan Zahra (Lea Chiarachel) dan Tirta (Panji Saputra).

Ayah Zahra yang seorang petani mempunyai utang kepada bosnya, Tirta. Demi melunasi, gadis itu harus menikah dengan pria yang sudah memiliki dua istri.

Lea Ciarachel merupakan artis kelahiran Bali 5 Oktober 2006. 4 bulan lagi, dia baru genap berusia 15 tahun.

Sementara itu dilansir dari kpi.go.id, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah menjelaskan, perlindungan terhadap anak dan remaja ini mencakup anak sebagai pengisi/ pembawa program siaran, anak sebagai pemeran dalam seni peran seperti film, sinetron atau drama lainnya, dan anak sebagai materi atau muatan dalam program siaran.

“Dalam P3SPS juga mengatur larangan untuk anak-anak menjadi pembawa acara atau pengisi program yang disiarkan secara langsung di atas pukul 21.30,” ujar Nuning. Hal ini tentu untuk menjaga agar hak-hak anak tidak terabaikan. Selain itu, P3 & SPS juga mengatur bahwa anak sebagai narasumber program siaran harus sesuai dengan kapasitasnya sebagai anak dan harus didampingi orang tua apabila di luar kapasistasnya.

Yang juga penting dipahami oleh pengelola rumah produksi, jika menjadikan anak sebagai pemeran dalam seni peran, harus diberikan peran yang sesuai dengan umur mereka sebagai anak.

“Jangan sampai diberi peran-peran yang akan berpengaruh secara negatif bagi tumbuh kembang dan psikologis anak,” tegasnya.

Termasuk dengan tidak menampilkan materi yang menstimulasi pernikahan usia muda dalam program siaran.

“Karena lembaga penyiaran justru arus mendukung upaya pemerintah menekan angka pernikahan di bawah usia dewasa yang masih tinggi di Indonesia,” paparnya.

Data penelitian dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemeneg PPPA) menyebutkan ada sekitar 36,62 persen anak perempuan menikah untuk pertama kali pada usia 15 tahun atau kurang.

Kemudian yang menikah di usia 16 tahun ada 39.92% dan 23,46 persen menikah di usia 17 tahun. Dari data ini menunjukkan tingginya tingkat pernikahan usia dini untuk perempuan di Indonesia. Padahal, tambah Nuning, diantara dampak buruk pernikahan usia muda bagi perempuan khususnya, adakah kehilangan kesempatan pendidikan.

Nuning meminta, lembaga penyiaran dan rumah-rumah produksi dapat menyesuaikan konten siaran yang dibuat agar mendukung anak-anak Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik, sebagai upaya menghadirkan generasi muda bangsa yang unggul dan berkualitas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini

Tampilkan lebih banyak