SuaraBali.id - Siapa sangka Dr. I Wayan Wahyudi, S.Si., M.Si, pemilik Agrowisata Lebah Royal Honey Sakah di Banjar Sakah, Desa Batuan Kaler, Kecamatan Sukawati, mengawali bisnis madu dari hasil berkeliling ngebolang di Karangasem.
"2018 Saya masih merintis dan baru Februari 2020 lalu buka lahan disini. Luasnya sekitar 10 are. Dulunya semak belukar, saya tata," jelasnya dilansir laman Beritabali, Minggu (24/1/2021).
Sebelum beternak lebah, Wahyudi terlebih dahulu mempelajari jenis hama yang berkeliaran di lokasi. Setelah itu, Wahyudi membuat vegetasi yakni tanaman bunga sebagai pakan lebah.
"Kele-kele perlu makan setiap hari, maka ketersediaan pakan harus tersedia setiap hari. Jenis tanaman bunganya seperti xanthos, batavia, porana. Kalau mau banyak madu, banyak tanam bunga yang mengandung nektar. Jadi harus selektif juga," imbuhnya.
Baca Juga:Bulan Madu saat Pandemi, Sherina & Baskara Rela Road Trip 20 Jam
Adapun lima jenis lebah yang dibudidayakan diantaranya Heterotrigona itama, Lebah Apis cerana (nyawan Bali), Lebah Trigona (Kele-kele), Tetragonula biroi dan Genio trigona thoracica.
"Kendalanya cuma satu, harus sabar. Sabar menunggu tanaman berbunga, bagaimana mengatasi hama. Karena serangan semut jenis "semaluh" dan cicak tidak bisa dianggap sepele," ungkap dia.
Menurutnya, koloni yang lemah akan cepat diserang semaluh. Begitu juga cicak, karena kele-kele itu memang makanan dari cicak.
"Dia 'stand by' di pintu masuk, hinggap mangsa. Koloni jadinya tidak bisa berkembang," jelasnya.
Selain madu, sengatan lebah miliknya juga sering dicari untuk menyembuhkan penyakit rematik.
Baca Juga:Profil Budiman Sudjatmiko Terlengkap
"Namanya apis puntur. Jadi saya juga sekaligus kayak dokter, karena banyak yang konsultasi," kata Wahyudi.
Beternak madu sejatinya menjadi media hiburan bagi Wahyudi. Pekerjaan utamanya sebagai dosen biologi di Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar.
Namun, kini menjadi penghasilan utama. Wahyudi juga memperkaya kelimuannya pada program doktor ilmu peternakan Unud.
"Kuliah S3 hanya bermodal Rp 16 juta dan keyakinan," jelasnya.
Beruntung setelah berjalan, Wahyudi ikut dan lolos beasiswa LPDP beasiswa unggulan dosen dalam negeri.
Wahyudi pun tak menyangka jalan hidupnya akan seperti ini.
Sejak kelas 4 SD, Wahyudi lebih cenderung aktif sebagai tukang ukir di lingkungannya Banjar Batuaji, Desa Batubulan Kangin.
Penghasilan sebagai tukang ukir menjadi modalnya melanjutkan jenjang pendidikan.
"Saya banyak belajar dari kegagalan. Tahun 2002 saat belajar di SMA Dwijendra saya juara di kelas, juara II umum. Berprestasi. Tapi krisis karena bom Bali I, penghasilan saya sebagai tukang ukir anjlok. Mengharuskan saya kembali ke kampung, melanjutkan di SMA Silacandra Batubulan," jelasnya.
Lulus SMA, Wahyudi mendapat tiket kuliah di Jurusan Kimia Unud melalui jalur PMDK (penelusuran minat dan kemampuan).
"Tapi saya hanya kuliah 3 bulan. Karena jadwal kuliah padat pagi sampai sore. Saya pikir sore bisa ngukir ternyata tidak. Terpaksa saya balik kampung lagi," kenangnya.
Namun, niatnya mengenyam pendidikan tetap dijaga. Selama 7 bulan pasca berhenti kuliah itu, Wahyudi mengais rejeki.
"Saya cari info, ada kampus bagus yang sesuai dengan minat saya. Masuk UNHI jurusan biologi," ungkap Wahyudi.
Semasa kuliah, Wahyudi aktif mengikuti program beasiswa. Bahkan hingga S3 sepenuhnya ditanggung beasiswa.