Eviera Paramita Sandi
Rabu, 05 November 2025 | 14:11 WIB
Ilustrasi suku Sasak, Nusa Tenggara Barat (NTB) [Google AI]
Baca 10 detik
  • Tiga bahasa daerah di NTB (Sasak, Samawa, Mbojo) rentan punah karena jarang dipakai orangtua muda.
  • Penyebabnya termasuk nikah antar daerah, dominasi Bahasa Indonesia, dan pengaruh tontonan YouTube.
  • Balai Bahasa NTB berupaya melestarikan lewat revitalisasi, penyusunan kamus, dan cerita anak.

SuaraBali.id - Tiga bahasa daerah di Provinsi NTB dinilai rentan punah. Hal ini disebabkan karena banyak faktor salah satunya menikah antar daerah.

Penggunaan bahasa daerah di kehidupan sehari-hari juga sudah mulai berkurang terutama di kalangan orangtua muda. 

Kepala Balai Bahasa Provinsi NTB, Dwi Pratiwi mengatakan penggunaan bahasa daerah disebut akan terus menurun penggunaannya di kehidupan sehari-hari.

Dengan kondisi tersebut Balai Bahasa Provinsi NTB berupaya untuk mempertahankan bahasa daerah melalui beberapa program salah satunya revitalisasi bahasa daerah.

“Di NTB ada tiga bahasa daerah besar. Di Lombok menggunakan bahasa sasak, di Sumbawa pakai bahasa samawa dan di Bima atau Dompu menggunakan bahasa Mbojo,” katanya Rabu (5/11/2025) pagi.

Menurut Dwi, tiga bahasa daerah di NTB ini dalam posisi rentan.

Dalam posisi ini, masyarakat dan pemda berupaya untuk tetap melestarikan bahasa daerah.

Saat ini orang tua terutama di kalangan Gen Z sudah mulai mengurangi penggunaan bahasa daerah saat komunikasi dengan anak-anaknya.

“Ini pemiliknya itu mulai enggan menggunakan. Orang tua sudah tidak paham dan juga tidak ada muatan lokal di sekolah belum ada,” katanya.

Baca Juga: NTB Masuki Musim Hujan Lebih Awal, Ini Prediksi Cuaca Hingga Akhir Oktober

Ia menilai, saat ini para orangtua muda lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari dengan anaknya.

Padahal untuk kelas I – III SD mengunakan pengantar bahasa daerah.

“Ini salah satu upaya Balai Bahasa untuk mengurangi tingkat kerentanan itu. Kita Menyusun kamus bahasa Sasak, Samawa dan Mbojo. Membuat cerita anak berbahasa daerah,” katanya.

Berkurangnya penggunaan bahasa daerah ini juga karena di ruang public lebih dominan bahasa asing.

Diakuinya, Balai Bahasa tidak membatasi penggunaan bahasa asing hanya saja harus tetap mengutamakan bahasa Indonesia dan melestarikan bahasa daerah.

“Di posisi ini untuk membagi posri. Bagaimana tetap secara undang-undang bagaimana kita harus mengutamakan bahasa Indonesia dan melestarikan bahasa daerah,” katanya.

Load More