Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Rabu, 16 April 2025 | 15:39 WIB
Terima Apa Adanya, Ni Luh Nopianti Setia Menunggu Hingga Agus Difabel Bebas
Ibu Agus, Ni Gusti Ayu Ari Padni saat ditemui di kediamannya di Mataram, Nusa Tenggara Barat [Suara.com/Buniamin]

Upacara perkawinan adat seperti ini memang dikenal oleh masyarakat Hindu Bali.

Tradisi Nganten Keris terbilang cukup unik, lantaran tidak dilakukan dengan manusia, melainkan dengan benda mati (keris).

Sebuah keris diyakini merupakan simbol purusa atau roh. Sehingga dapat dipergunakan untuk menggantikan seorang laki-laki dalam perkawinan keris.

Keris dapat dijadikan simbol purusa dalam pelaksanaan perkawinan keris dikarenakan sebuah keris merupakan simbol kekuatan lingga (Kekuatan Sang Hyang Purusa), serta kalau dipandang dari sudut duniawi kata purusa menjadi kapurusan dan akhirnya sebagai pria (Sudarsana, 2008:48).

Baca Juga: Ribuan Warga Padati Lebaran Topat di Makam Bintaro & Loang Baloq Mataram

Hal ini biasanya dilakukan karena beberapa alasan, seperti ketika seorang mempelai wanita yang hamil di luar nikah, calon suaminya meninggal ataupun pergi tanpa kabar.

Dalam kasus Agus ini, mempelai pria sedang menjalani masa tahanan sehingga tak bisa hadir dalam pernikahan tersebut.

Nganten Keris ini diakui sah secara hukum adat, hanya saja tidak bisa dicatatkan secara administrasi sehingga tidak memiliki kekuatan hukum pembuktian.

Kontributor : Buniamin

Baca Juga: Dulu Turis Langsung ke Gili Trawangan, Kini Senggigi Dibidik: NTB Ubah Strategi Pariwisata

Load More