SuaraBali.id - Demonstran di Bali turut menyuarakan aksi kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) denan mengambil konsep ngaben atau upacara kematian khas agama Hindu di Bali.
Massa yang terdiri atas mahasiswa dan masyarakat umum ini menganalogikan demokrasi sudah mati.
“Itu dari kawan-kawan konsepnya Ngaben, artinya kami bisa bilang demokrasi saat ini kami analogikan sudah mati, sudah dipermainkan secara terang-terangan, sudah dilucuti secara terang-terangan,” kata Ketua BEM Universitas Udayana sekaligus koordinator aksi I Wayan Tresna Suardiana.
Massa berjalan dari depan gerbang Universitas Udayana, Denpasar, Jumat, massa aksi berpakaian gelap mulai berjalan pukul 14.30 Wita sambil menggotong wadah jenazah dan memutar gamelan baleganjur khas upacara Ngaben.
Setelah berjalan sekitar 200 meter, di persimpangan jalan massa aksi memutar wadah jenazah sambil menyanyikan kidung kematian yang biasa dibawakan para wanita saat mengiringi jenazah ke kuburan untuk dikremasi.
“Kami menganalogikan bahwa demokrasi pada hari ini mati, kami dengan kearifan lokal Bali juga menyiapkan konsep seperti tadi, Ngaben, jadi bisa mudah diterima masyarakat juga, ini ide dari mahasiswa,” ujar Tresna.
Menurut Tresna saat ini kondisi di Indonesia sudah mencerminkan matinya keadilan oleh rezim penguasa.
Hal ini karena adanya upaya Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Pemerintah mengganggu Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024.
Meskipun pada Kamis (22/8/2024) malam DPR RI mengumumkan bahwa pembahasan RUU Pilkada dibatalkan massa aksi di Bali tetap akan mengawal putusan MK.
Baca Juga: Raja-Raja di Bali Tolak Apel 15 Ribu Banser di Bali, Minta Kapolri Cabut Izin Keamanan
“Kami perlu secara tertulis surat keputusan bahwa dibatalkan lewat mekanisme rapat resmi dari DPR, maka dari itu kami tetap turun pada hari ini, kami tetap kritis, kami tidak mau lengah sedikit pun,” kata koordinator aksi.
Masyarakat masih takut bila tiba-tiba dewan melanjutkan pembahasan RUU Pilkada, sehingga demonstrasi dengan sejumlah atraksi dan atribut ini akan terus berlanjut.
Tresna mengungkapkan mereka sehari sebelumnya sudah melakukan konsolidasi dengan topik aksi hari ini untuk mengawal putusan MK sekaligus ingin mengingatkan pemerintah agar tidak menggunakan instrumen negara untuk kepentingan golongan tertentu.
“Kami harap apabila tuntutan kami tidak dilaksanakan, ke depannya kami menolak untuk legitimasi hasil Pilkada 2024, dan apabila terus terjadi, tidak menutup kemungkinan terjadi sebuah pembangkangan sipil atas tirani yang terjadi,” ujarnya. (ANTARA)
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
Menkeu Purbaya 'Sentil' Menteri Ara soal Lahan Rusun di Bali: Dia Bukan Bos Saya!
-
5 SUV Paling Laris Akhir 2025: Dari Hybrid Canggih Sampai Harganya 200 Jutaan
-
7 Jenis Heels Populer Bikin Kakimu Jenjang dan Elegan
-
5 Maskara Andalan Bikin Mata Hidup Maksimal
-
Eropa Kekurangan Tenaga Produktif, Ini Syarat Agar Anda Bisa Jadi Pekerja Migran