SuaraBali.id - Upacara adat di Pulau Bali rasanya sudah tak dapat terhitung lagi jumlahnya, lantaran sangat banyak dan bervariasi.
Bahkan, hampir di setiap daerah bisa dikatakan memiliki tradisi atau kepercayaan masing-masing. Setiap upacara yang dilakukan ini selalu mengandung makna di dalamnya.
Seperti Upacara Tawur Nawa Gempang Butha Slurik. Pernah mendengar sebelumnya?
Upacara ini dipercaya untuk menyucikan dan menetralisir roh gentayangan korban perang era zaman kerajaan.
Iya, Upacara Tawur Nawa Gempang Butha Slurik ini bertujuan untuk menetralisir Bhutacuil (roh gentayangan) yang menjadi korban tewas dalam peperangan pada masa Kerajaan I Dewa Anom, selaku pemimpin di daerah Beng.
Itulah mengapa, Upacara Tawur Nawa Gempang Butha Slurik ini dilaksanakan di Pasraman Taman Prakerthi Bhuana (TPB) Kelurahan Beng, Kecamatan Gianyar.
Biasanya Upacara ini digelar pada Purnama kesanga, Soma Umanis Medangkungan, yang di tahun ini jatuh pada tanggal 6 Maret 2023.
Tawur ini digelar dengan maksud mensucikan sahe malebur sarwa letuh ring Buana Alit lan Buana Agung yang diakibatkan adanya korban peperangan dan belum diupacarai dari zaman dulu.
Pada Tahun 1450-an, di daerah Beng yang kala itu wilayah tersebut bernama Alas Bengkel, berkuasa I Dewa Anom dan memiliki istri bernama Gusti Ayu Pahang.
Baca Juga: Tujuan Upacara Megedong-gedongan Untuk Ibu Hamil di Bali
Semakin hari semakin banyak penduduk yang datang dan menetap di wilayah Alas Bengkel. Hal ini yang membuat wilayah Alas Bengkel semakin terkenal dan ramai.
Alhasil Raja Buleleng Gusti Panji Sakti dari Kerajaan Buleleng mendengar soal wilayah Alas Bengkel tersebut. Ia kemudian ingin menguasai wilayah itu.
Gusti Panji Sakti ini mengerahkan seluruh pasukannya untuk menyerang Desa Alas Bengkel. Tak tinggal diam, I Dewa Anom juga melakukan perlawanan.
Pertempuran sengit pun terjadi, pasukan Gusti Panji Sakti dapat dikalahkan oleh pasukan I Dewa Anom dengan senjata pasukan yang terkenal dengan nama Pering Gading.
Proses terjadinya pertempuran ini mengakibatkan banyak korban berjatuhan dan tidak sempat diurus (diupacarai).
Hal inilah yang membuat roh-roh mereka menjadi pengganggu (Buta Cuil) dan gentayangan di sekitar tempat peperangan.
Berita Terkait
-
Melanie Subono Sentil Keras Mason Elephant Park Bali: Gajah Ditunggangi dan Dijadikan Kanvas Lukis
-
Niatnya Bikin Konten Nakal di Bali, Bintang OnlyFans Ini Malah Berakhir Didenda dan Dideportasi
-
Melalui Kolaborasi Global di Bali, BKSAP Dukung Penguatan Diplomasi Ekonomi Biru Berkelanjutan
-
Hey Bali Tawarkan Penitipan Barang Gratis Selama 4 Jam, Strategi Bangun Kepercayaan Wisatawan
-
Kemenpar Klarifikasi Isu Larang Airbnb, Ini Fakta Terkait Penataan OTA di Bali
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
Terkini
-
TikTok Diprediksi 'Menggila' Saat Nataru, Trafik Data Bali-Nusra Diproyeksikan Naik
-
Batik Malessa, Dari Kampung Tipes Memberdayakan Perempuan dan Menggerakkan Ekonomi Keluarga
-
BRI Bersama BNI dan PT SMI Biayai Proyek Flyover Sitinjau Lauik Senilai Rp2,2 Triliun
-
Rekomendasi Rental Motor Murah di Bali Mulai Rp50 Ribu
-
5 Rekomendasi Penginapan Murah Meriah di Ubud Bali