Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Selasa, 14 November 2023 | 18:01 WIB
Iklan wisata murah ke Bali yang ditawarkan kepada warga Tiongkok yang ditemukan di aplikasi WeChat. [Istimewa]

SuaraBali.id - Modus jual beli kepala wisatawan asal Tiongkok di Bali memang kerap menjadi perbincangan. Namun, modus tersebut kini disebut sudah bergeser menjadi metode yang memiliki sejumlah kemiripan.

Sebelumnya, modus jual beli kepala tersebut sudah semakin marak dimulai sejak tahun 2008 lalu. Modus tersebut melibatkan pemandu wisata (tour guide) yang “membeli” wisatawan Tiongkok dari biro perjalanan wisata dengan kisaran harga USD30-70 per orangnya. Nantinya tour guide tersebut akan menyusun agendanya untuk turis tersebut.

Kini, sistem tersebut sudah bertransformasi menjadi dalam bentuk paket wisata dengan harga murah bagi wisatawan Tiongkok yang hendak berlibur ke Bali. Paket tersebut nantinya melibatkan transaksi antara biro perjalanan wisata di Bali dan Tiongkok.

Pengamat dan praktisi Pariwisata Bali yang sebelumnya juga pernah menjadi tout guide, Claudius Daniel menyampaikan jika metode tersebut dia temukan di aplikasi pesan yang digunakan orang Tiongkok, WeChat. Dalam iklan tersebut, dia menemukan jika orang Tiongkok dapat berlibur ke Bali selana 5 hari 4 malam hanya dengan membayar 999 Yuan atau sekitar Rp2,1 juta.

Baca Juga: Viral, Buang Sampah Sembarangan, Pria di Denpasar Ini Terekam CCTV

Meski begitu, modus itu dinilai sudah ada sejak tahun 2015 lalu namun saat ini sudah lebih marak digunakan ketimbang modus jual beli kepala.

“Iklan itu beredar di WeChat, karena WeChat itu sama seperti facebook, ada wall-nya. Salah satu wall saya capture itu iklannya. Itu pergeserannya jual beli kepala menjadi Bali dijual murah,” ujar Daniel saat ditemui pada Selasa (14/11/2023).

Namun demikian, modus Bali dijual murah itu dinilai memiliki kesamaan dengan sistem sebelumnya. Sistem tersebut menuntut tour guide untuk mencari cara untuk mendapat keuntungan.

Pasalnya, dengan biaya semurah itu tour guide tidak mendapatkan tip, harus menanggung gaji sopir dan kernet bus, serta menanggung biaya operasional tur seperti membayar tol dan parkir.

Selain itu, sebagian harga tiket objek wisata juga harus dibayarkan oleh para pemandu wisata.

Baca Juga: Meski Laporan Dicabut Ternyata Kasus Nyepi Sumberklampok Tetap Diteruskan

Sehingga, tour guide harus memutar otak untuk mencari keuntungan dari sumber lain. Cara yang kerap digunakan adalah dengan mengajak para turis berbelanja sehingga para tour guide mendapatkan komisi dari transaksi tersebut.

“Guide ini dibebankan begitu banyak sehingga harus mutar otak untuk menghasilkan uang. Ya itu dengan terus menerus mengajak tamu shopping (berbelanja),” imbuh Daniel.

Hal tersebut dinilai dapat berdampak buruk bagi kepuasan turis. Karena para turis justru sangat jarang mendapat kesempatan untuk menikmati atraksi kebudayaan Bali karena jadwal mereka didominasi oleh kegiatan berbelanja.

Terlebih, jika berbelanja, para turis juga bisa diajak berbelanja di toko produk yang berafiliasi dengan pabrik produknya di Tiongkok. Sehingga tidak memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia dan juga tidak membantu Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

“Produk-produk UMKM di sini juga tidak diperkenalkan. Kalau pun ada tapi sedikit. Jadi mereka shopping ke grup yang membiayai mereka,” imbuh dia.

Pada kesempatan yang sama, pengamat lainnya Hasan Basri juga menyatakan pendapat senada. Meski sudah muncul dengan modus baru, praktik tersebut tetap menghasilkan bentuk yang sama.

“Singkatnya praktik jual beli kepala sudah berubah tapi apa pun bentuknya itu masih ada sampai hari ini,” imbuhnya.

Kontributor : Putu Yonata Udawananda

Load More