Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Rabu, 13 September 2023 | 12:06 WIB
Pantai Serangan, Denpasar, Bali Instagram [aanenha_id via denpasarkota.go.id]

SuaraBali.id - Pemanfaatan ruang darat dan laut di areal Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan (Densel), diduga menimbulkan persinggungan antara perwakilan warga Desa Adat Serangan dan PT Bali Turtle Island Development (BTID).

Pihak PT BTID diduga kini hubungannya tak harmonis dengan warga desa adat setempat.

Adapun Jro Bendesa Desa Pakraman Serangan I Made Sedana menanggapi soal eksklusivitas keberadaan PT BTID di wilayah Desa Serangan.

Menurutnya, warga Desa Adat Serangan gerah dengan adanya eksklusivitas di Pantai Kura-Kura Bali, karena diduga terdapat pembatasan aktivitas masyarakat setempat.

Baca Juga: Viral Bule Bikin Ulah dan Dipukuli di Bali: Diduga Menjambret serta Rebut Mobil Orang Lain

"Masak masyarakat Desa Adat Serangan tidak dilibatkan (rapat) ini kenapa dan ada apa? Semestinya rapat ini diadakan di Serangan, sehingga banyak masyarakat yang bisa hadir dan mendengarkan. Yang tadi datang ada dari warga nelayan kelompok rumput laut dan terumbu karang, bukan semua warga Desa Adat Serangan," kata Jro Bendesa Desa Pakraman Serangan, I Made Sedana, Selasa (12/9/2023) kemarin sebagaimana diwartakan beritabali.com – jaringan suara.com.

Rapat yang dimediasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, diketahui hanya dihadiri beberapa perwakilan warga dan tokoh dari Desa Serangan yang hadir.

Jro Made Sedana mengungkap bahwa warganya hanya beberapa yang diberikan akses untuk mencari nafkah ke pesisir.

Hal ini membuat adanya pembatasan oleh PT BTID selama ini harus dipikirkan jalan keluarnya dan segera dituntaskan.

Ia pun memprotes adanya petugas keamanan PT BTID yang diantaranya beradal dari warga Desa Adat Serangan, mestinya untuk masuk ke pantai tidak perlu menyetor KTP, mereka pun sudah tahu masa orang lokal dan luar Desa Adat Serangan.

Baca Juga: Celetuk Sukmawati Soekarnoputri kepada Andika Perkasa : Mau Cawapres Atau Menhan?

"Benar sekali (soal eksklusivitas-red), yang dirasakan masyarakat kami benar adanya seperti itu sampai hari ini. Kami pun masuk ke sana (perairan Serangan) terbatas. Bahkan, setiap panen (rumput laut dan terumbu karang) pun ada yang memakai perahu dengan berkeliling, kalau tangkapan panen yang kecil-kecil warga pakai motor. Untung juga masyarakat Serangan kebanyakan bisa berenang, nah kalau tidak bisa berenang siapa yang bertanggung jawab kalau ada musibah di perairan? Harmonisasi ini harus diupayakan bersama," tegasnya.

Jro Made Sedana mengatakan ada warganya yang diadang memakai portal sehingga tidak bisa menuju ke Pantai.

Padahal pantai diketahui bersama merupakan milik negara.

"Bahkan, masyarakat kami ingin mandi saja sampai ke luar daerah, seperti ke Sanur hingga Kuta. Masyarakat atau nelayan yang mau masuk itu harus dicatat dahulu, “ ujanya.

“Semisal dari individu masyarakat kami berusaha dan usahanya tidak jalan, kan mereka bisa menjadi nelayan. Nah, nelayan inilah harus melapor dulu Pak, kalau gak punya kartu identitas dia tidak bisa masuk pantai, hal penerapan kartu untuk masuk terjadi sejak sebelum adanya Covid-19. Peristiwa ini, pemerintah supaya memperhatikan rakyat dan jangan memperhatikan PT saja," lanjutnya.

Sedangkan, mengenai PT BTID yang memohon Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) untuk pemeliharaan dan pengamanan pantai, sehingga dapat memadukan darat dan laut menjadi satu kesatuan yang kompak untuk kegiatan usaha pariwisata.

Hal tersebut disoroti Jro Sedana, yang justru khawatir masyarakatnya dapat diusir bila izin KPPRL diterbitkan.

"Terhadap stakeholder swasta dan pemerintah, harus mensosialisasikan aturan dan Undang-undang, mana yang boleh dan tidak boleh oleh nelayan kami. Sehingga apa yang diinginkan bersama dapat terakomodir. Apalagi ini menyangkut orang banyak mengenai pengelolaan di pinggir pantai. Kami ingin mempelajari dahulu apa yang diajukan BTID, sehingga nanti agar desa yang dapat mengajukan izin tersebut, atau sama-sama bersinergi," katanya.

Selain itu, Lurah Serangan I Wayan Karma mengatakan karena keluhan eksklusivitas PT BTID diduga kerap membuat masyarakat Serangan yang didominasi bekerja sebagai nelayan mengalami kendala melintasi areal pesisir di sekitar PT BTID.

Load More