SuaraBali.id - Warga di sekitar Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku Jimbaran meminta fasilitas pembuangan dan pengelolaan sampah plastik milik perusahaan Prancis di tersebut ditutup.
Hal ini karena ada bau busuk yang ditimbulkannya hingga menganggu warga setempat.
“Kami minta berhenti dari meracuni kami dengan plastik beracun,” kata Yuyun Ismawati, tokoh lingkungan Bali dalam sebuah surat pada awal Juni, memprotes keberadaan TPST tersebut.
Aktivis Nexus3 Foundation sekaligus penerima Anugerah Lingkungan Goldman 2009 ini menuntut agar perusahaan menutup fasilitas pengelolaan sampah di lingkungan Anggara Swara tersebut dan mengumumkannya secara publik seperti saat mereka mengumumkan peluncuran proyek tersebut.
Menurutnya perusahaan harus bertanggung jawab terhadap lingkungan di seputaran fasilitas pengelolaan sampah plastik tersebut.
Tuntutan komunitas warga Anggara Swara, Jimbaran, Bali ini, didukung empat organisasi lingkungan, yakni: Nexus3 Foundation for Environmental, Health, and Development atau Nexus3 Foundation (sebelumnya dikenal dengan BaliFokus Foundation), International Pollutant Elimination Network (IPEN), Allianzi Zero Waste Indonesia (AZWI) dan #breakfreefromplastic (BFFP).
Disebutkan bahwa pada pekan pertama bulan Juni ini, komunitas Angga Swara telah mengirimkan surat kepada perusahaan, pejabat pemerintah lokal dan nasional, serta ke kantor pusat di Paris.
Masyarakat mengidentifikasi ada “14 kasus ketidakpatuhan, ketidakkonsistenan, dan minimnya akuntabilitas dalam mendapatkan persetujuan pembangunan dan pengoperasian Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku Jimbaran,” demikian paparan mereka dalam surat terbuka tersebut.
Surat ini juga dikirimkan ke kantor pusat di Prancis tersebut bertepatan waktunya dengan pertemuan akbar internasional di kota Paris untuk mengatasi masalah sampah plastik global.
Baca Juga: Nangis Sambil Gigit Kuku, Proses Hukum Bule Denmark yang Pamer Kemaluan Tak Dilanjutkan
Minggu ini di Paris, lebih dari 2.800 delegasi dari 178 negara sedang merundingkan Perjanjian Plastik, untuk mengatasi masalah global yang mendesak terkait ancaman kesehatan serta racun dari plastik.
“Kami telah melayangkan protes berulang kali, namun sekarang kami menuntut tanggapan,” kata Owen Podger.
Berita Terkait
-
Keren! Popok Bekas Pakai Disulap Jadi BBM, Pakai Teknologi Pirolisis yang Revolusioner
-
Djakarta Warehouse Project 2025 Hadir dengan 67 Artis dan Pengalaman 10 Hari di GWK Bali
-
Buntut Bencana Sumatra, Menhut Raja Juli Bidik 12 Perusahaan di Sumut yang Terindikasi Melanggar
-
Penertiban Tambang Ilegal di Gunung Halimun Salak
-
Akhirnya! Pemerintah Akui Kerusakan Lingkungan Perparah Bencana Banjir Sumatra
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
5 SUV Paling Laris Akhir 2025: Dari Hybrid Canggih Sampai Harganya 200 Jutaan
-
7 Jenis Heels Populer Bikin Kakimu Jenjang dan Elegan
-
5 Maskara Andalan Bikin Mata Hidup Maksimal
-
Eropa Kekurangan Tenaga Produktif, Ini Syarat Agar Anda Bisa Jadi Pekerja Migran
-
Santunan dan Pemulangan Jenazah WNI Korban Kebakaran Hongkong Ditanggung Pemerintah