Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Selasa, 13 September 2022 | 16:48 WIB
Nelayan di Dusun Toroh Selatan Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, Lombok Timur, saat membawa sampannya ke laut, Selasa (13/9/2022) (Suara.com/Toni Hermawan)

SuaraBali.id - Seorang nelayan di Dusun Toroh Selatan Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, Lombok Timur, NTB Salman (50) mengeluhkan harga BBM yang naik. Sebab, sekali melaut, ia membutuhkan 10 liter BBM jenis Pertalite untuk sampan spesifikasi sedang.

Pengeluaran itu belum termasuk biaya konsumsi selama di laut. Seperti diketahui harga pertalite yang dulunya  Rp 7.650 kini menyentuh Rp 10.000 per liter, solar subsidi dari Rp 5.150 naik Rp 6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi dari Rp 12.000 naik Rp 14.500 per liter.

"Susah kalau naik, beli eceran Rp 12 ribu kalau di Pom bensin Rp 10 ribu,” keluh Salman sembari menyiapkan sampannya untuk melaut, Selasa (13/9/2022).

Ia juga mengaku bingung akan kenaikan BBM ini. Sehingga harus menambah modal lebih banyak. Sementara untuk tangkapan ikan belum diketahui. Hal ini tergantung kondisi cuaca dan angin.

"Kami bingung, gak dikerjakan kami lapar dan kepala keluarga", keluhnya.

Ia mengaku hasil tangkapannya kini hanya mencapai Rp 200 ribu. Bahkan mirisnya, pernah pulang dengan tangan kosong.

Kenaikan BBM ini juga hanya mampu membalikkan modal untuk biaya pembelian BBM.

"Kalau gak ada tangkapan ya pulang nanti ngutang,” tambahnya.

Sednada dengan Salman, nelayan lainnya Rani juga mengeluhkan BBM yang melambung tinggi. Sebab dalam sekali melaut dari pukul 15.00 wita hingga 06.00 wita menghabiskan 30 liter.

"Sepin ante (mau gimana lagi), saya gunakan sampan lebih besar makanya lebih banyak BBM", keluhnya.

Ia mengaku merasa kesulitan dengan tingginya harga BBM. Sebab kondisi ini berbanding terbalik dengan harga ikan di pasaran yang cukup rendah.

"Kami minta harga BBM diturunkan," harapnya.

Kontributor Toni Hermawan

Load More