Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Jum'at, 19 Agustus 2022 | 17:26 WIB
Ibu Made Toya saat berjualan aksesoris di Pantai Kuta, Badung, Bali, Jumat (19/8/2022) [Suara.com/Putu Yonata Udawananda]

SuaraBali.id - Pesona Pantai Kuta, Bali memang sudah dikenal secara mendunia, selalu ramai dikunjungi sehingga banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada pantai di Pulau Dewata tersebut.

Pasca dibukanya kembali penerbangan internasional ke Bali seakan memberikan kehidupan kembali kepada penjual minuman, aksesoris, hingga jasa kepang rambut di Pantai Kuta.

Hal itu juga dirasakan oleh Made Toya (63) yang kesehariannya bekerja di Pantai Kuta sebagai penjual aksesoris dari gelang, kalung, dan gantungan kunci ketika ditemui pada Jumat (19/8/2022).

Selama lebih dari 40 tahun Made sudah mengais rezeki di Pantai Kuta sebagai penjual aksesoris.

Baca Juga: Profil Putri Candrawathi, Dokter Gigi Keturunan Bali yang Dinikahi Ferdy Sambo

“Sudah lama, sudah 40 tahun lebih. Dari (Pantai Kuta) masih sepi dan belum bagus saya di sini,” ujar Made dengan antusias.

Wanita yang berasal dari Desa Kintamani, Kabupaten Bangli ini berjualan dari jam 10 pagi hingga 7 malam. Terkadang Made hanya berjualan dari tempatnya, namun tak jarang juga ia harus berkeliling menjajakan dagangannya.

Selama berjualan pun, Made menemui banyak tipe pembeli.

“Dari yang polos sampai yang kadang pelit gitu. Kalau bule Australia yang paling sering menolong, malah bisa dibeli sampai 10 Dollar, kalau orang Eropa itu karena tidak bisa bahasa Inggris jadi risih, dia bilang 'go away! Go away!’ gitu,” tuturnya.

Namun, dari semua pengalamannya, ceritanya bersama wisatawan asing yang paling berkesan untuknya. Made yang bisa menawarkan barang dalam Bahasa Inggris dan Jepang ini mengaku diberi nama panggilan oleh wisatawan asing.

Baca Juga: 18 Warga Bali di Amerika Kehilangan Koper di Dalam Truk, Kerugian Capai Rp 1,2 Miliar

“Orang Jepang ngasih nama Kaori-chan, kalau bule Australia manggilnta Mama Judy. Jadi biar diingat, kalau dia datang lagi jadi gampang,” ujarnya sambil memperlihatkan topinya yang berisi tulisan “Judy” dan “Kaori-chan”.

Setelah lebih dari 4 dekade berjualan, Made mengakui bahwa dampak pandemi Covid-19 adalah yang terberat baginya. Ia mengaku sampai harus pulang ke Kintamani dan memutar otak untuk berjualan makanan di desanya.

Pasca pandemi, Made menyebut wisatawan yang datang ke Pantai Kuta masih belum sebanyak dulu.

“Sepertiga yang dulu lah,” begitu Made mengumpamakan.

Dengan begitu, pendapatannya pun masih belum kembali sebanyak sebelum pandemi.

“Sekarang bisa dapat Rp 300 ribu saja. Kalau dulu (sebelum pandemi) normalnya Rp 500 ribu,” ujarnya.

Di usianya kini, Made yang sudah memiliki cucu itu berharap masih bisa terus berjualan selama masih sehat.

“Selama ibu masih sehat ya bisa setiap hari (berjualan). Ibu tidak mau pikiran yang lain-lain, yang pusing-pusing, stres nanti. Kalau sakit, uang ndak punya, kerja ndak bisa, stres lagi.” Begitu harapnya.

Kontributor Bali : Putu Yonata Udawananda

Load More