Eviera Paramita Sandi
Minggu, 24 Juli 2022 | 07:30 WIB
Anak-anak saat bermain di Asrama Transito, Mataram, Lombok, Sabtu (23/7/2022) (Suara.com/Toni Hermawan)

"Sebelumnya kami ngontrak sana sini baru dipindah ke Transito, kalau dihitung kami sudah 20 tahun di sini," aku Munawaroh saat ditemui di pengungsian, Sabtu (23/7/2022).

Munawaroh menceritakan kerinduannya yang mendalam, pasalnya di Lotim ia harus meninggalkan rumah ukuran 11x10 meter  dengan luas tanah enam are. Bukan hanya rumah, ibunda pun harus ia tinggalkan berpuluh-puluh tahun.

"Rumah itu sekarang dikontrakan", katanya.

Namun kini ia merasa cukup lega sebab jika ada hajatan dan keperluan keluarga di Lotim, ia bersama dua orang anaknya dapat berkunjung ke kampung halamannya tersebut.

Namun jika hajatan dan keperluan sudah selesai, ia harus kembali ke pengungsian yang menyerupai kos-kosan berderet. Tiap bilik berukuran 3×3 meter persegi.

"Kalau dibilang rindu sih, rindu (kampung halaman) namanya juga ari-ari ada di sana", keluhnya.

Ia bermimpi memiliki keinginan untuk memiliki rumah pribadi semisal BTN (rumah subsidi). Sebab jika kembali ke kampung halaman harus memulai dari nol.

"Berharap bisa keluar dari sini kalau anak-anak udah besar", mimpinya.

Senada dengan itu, Nur Aini juga mengaku rindu dengan tanah kelahiran di Selong, Kecamatan Selong, Lotim.

Baca Juga: Videonya Sempat Viral, Bule Spanyol dari Bali Dikira Jadi Pengamen di Mandalika

Ibu beranak empat ini harus membesarkan buah hatinya di pengungsian. Betapa tidak, sebelum ke Transito juga harus tinggal di sebuah kontrakan.

"Saya dari tahun 2006 disini", katanya.

Meskipun tinggal di pengungsian, Aini bersyukur anak pertamanya bisa melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi.

"Mereka semuanya bersekolah", katanya.

Aini juga mengakui sering mengunjungi daerah asal. Meskipun dalam waktu yang cukup singkat. Seiring berjalannya waktu, beberapa pengungsian dibantu keluarga tinggal di luar kota. 

Para pengungsi ini pun berharap suatu saat kehidupan mereka akan berubah lebih baik, merasakan bermasyarakat tanpa prasangka dan terwujudnya mimpi untuk kembali kepada handai taulan di kampung halaman.

Load More