Eviera Paramita Sandi
Senin, 04 Juli 2022 | 21:10 WIB
Ilustrasi pernikahan (Freepik)

Selain itu, pemerintah juga menyodorkan sejumlah dalil dalam hukum Islam, termasuk fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan pernikahan beda agama.

Pemerintah juga menyatakan pernikahan beda agama dan kepercayaan tidak boleh dilakukan atas dasar HAM dan kebebasan. Sebab, dalam menjalankan dua hal itu negara telah menetapkan pembatasan.

"Dengan maksud semata?mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, serta untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai?nilai agama, keamanan, ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis," tutur Kamaruddin.

Atas dasar dalil dan bantahan itu, Yasonna dan Yaqut meminta Mahkamah menyatakan pemohon tidak memiliki legal standing. Mahkamah juga diminta menolak permohonan pengujian pemohon.

"Menolak Permohonan Pengujian Pemohon untuk seluruhnya. Atau setidak?tidaknya menyatakan Permohonan Pengujian Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)," kata Kamaruddin.

Sebelumnya, Ramos mengajukan gugatan atas UU Perkawinan. Ia meminta agar Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan tidak dapat dan tidak bisa mengatur perkawinan beda agama.

Dalam permohonannya, diungkapkan bahwa Ramos telah menjalin hubungan selama 4 tahun. Namun, saat kedua pihak telah mencapai kesepakatan untuk menikah, meski harus menundukkan salah satu agama, perkawinan itu dibatalkan mempelai wanita.

"Perkawinan ini tetap dibatalkan oleh pihak mempelai wanita karena sahnya perkawinan tetap ditentukan hukum agama dan tentunya hal tersebut dilarang berdasarkan hukum agama yang berlaku," sebagaimana dikutip dari permohonan Ramos.

Load More