SuaraBali.id - Pertikaian dua kelompok warga terjadi wilayah Banjar Dukuh Pesirahan, Pedungan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali, peristiwa yang terjadi pada Selasa (21/6/2022) pukul 00.30 Wita ini menggegerkan warga sekitar. Kejadian ini pun membuat warga membunyikan Kulkul Bulus sebagai tanda bahaya.
Di media sosial pun viral suasana mencekam antara dua kelompok warga ini, bahkan dalam video yang viral itu juga disebutkan mobil polisi pun juga rusak terkena lemparan batu.
Namun berdasarkan pantauan di lokasi, sudah tidak tampak sisa-sisa kerusuhan semalam, pun batu-batu dan lainnya sudah dibersihkan di TKP di persimpangan Jalan Pulau Roti, Jalan Dukuh Sari, dan Jalan Batas itu.
Dua kelompok massa yang bertikai ini merupakan oknum dari kelompok warga yang berasal dari dua daerah di luar Bali. Namun kejadian ini jelas-jelas meresahkan warga sekitar dan warga meminta kepolisian untuk tegas menangani kasus ini.
Sebagaimana disampaikan Kepala Lingkungan Banjar Dukuh Pesirahan Wayan Mertanadi saat dijumpai di kediamannya, siang ini.
"Kejadiannya mulai sekitar 00.30, secara garis besar antar kelompok warga," ungkap Wayan Mertanadi.
Mertanadi mengaku tidak tahu menahu awal mula perselisihan itu terjadi. Mertanadi yang ada di lokasi saat kejadian dan para warga lainnya pun sampai tidak berani mendekat dan melintas karena lemparan batu berterbangan.
Ia menyebut beberapa orang dari kelompok yang berseteru itu bermukim di sebuah kos daerah Jalan Batas, sementara yang lain tinggal di luar desa.
Mertanadi menyampaikan terkait Kulkul Bulus yang dibunyikan bahwa benar dibunyikan oleh warga sebagai peringatan dini tanda bahaya supaya masyarakat waspada dan tidak menjadi korban perseteruan dua kelompok ini.
Baca Juga: 1,5 Juta Wisman Berkualitas Diharapkan Bisa Kunjungi Bali Selama Tahun 2022
Karena menurutnya di antara pelaku bentrokan tersebut ada yang membawa tajam, dan lemparan batu terjadi.
Padahal Kulkul bulus jarang dibunyikan, hanya saat keadaan darurat misal seperti ketika terjadi bencana alam
Ia menyebut ada salah satu warga terkena imbas dari pertikaian dua kelompok ini.
Usut punya usut, kejadian ini bukan pertama kalinya. Mertanadi juga pernah mengimbau tuan rumah pemilik kos agar berhati-hati ketika menerima penyewa kamar kos.
Menurutnya ini bukan masalah diskrminasi, namun apabila orang bermasalah justru warga tidak bersalah bisa dirugikan.
"Bukannya mendiskriminasi, tapi untuk meminimalkan kejadian seperti ini tolong dievaluasi, pecalang pun setiap bulan melakukan pengecekan sekaligus pengamanan," ucapnya.
Berita Terkait
-
Pernah Jebol Argentina, Maouri Ananda Tetap Berlatih Meski Bali United Libur 10 Hari
-
Djakarta Warehouse Project 2025 Hadir dengan 67 Artis dan Pengalaman 10 Hari di GWK Bali
-
Ketika Kuliner Bali Menyatu dengan Alam: Perpaduan Rasa, Budaya, dan Kemurnian
-
Tanggapi Kekalahan Borneo FC dari Bali United, Bojan Hodak: Saya Kepikiran Persija
-
Strategi Jitu Johnny Jansen yang Sukses Hentikan 11 Kemenangan Beruntun Borneo FC
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
Terkini
-
Menkeu Purbaya 'Sentil' Menteri Ara soal Lahan Rusun di Bali: Dia Bukan Bos Saya!
-
5 SUV Paling Laris Akhir 2025: Dari Hybrid Canggih Sampai Harganya 200 Jutaan
-
7 Jenis Heels Populer Bikin Kakimu Jenjang dan Elegan
-
5 Maskara Andalan Bikin Mata Hidup Maksimal
-
Eropa Kekurangan Tenaga Produktif, Ini Syarat Agar Anda Bisa Jadi Pekerja Migran