SuaraBali.id - Tradisi unik saat Hari Raya Galungan dilakukan warga Banjar Kerobokan, Desa Adat Munggu, Badung, Bali. Mereka memainkan ayunan bersejarah dari zaman kerajaan peninggalan Pura Puseh Lan Desa Lingkungan Puri Mengwi, Badung, Bali.
Pada Rabu (8/6/2022) malam, pertama kalinya, warga desa adat setempat berkumpul di Jalan Desa Adat Munggu sepanjang sekira 1 kilometer dengan mengadakan pasar malam, dan yang paling unik adalah ayunan tersebut yang hanya dimainkan saat Hari Raya Galungan setiap 6 bulan sekali.
Kelian Banjar Kerobokan Desa Adat Munggu, I Made Suada menuturkan bahwa ayunan tersebut bukan sembarang ayunan karena disakralkan oleh penduduk setempat.
Ayunan ini memiliki nilai sejarah yang begitu panjang dari Puri Mengwi.
Baca Juga: Rayakan Galungan Dengan Keluarga yang Berbeda Agama, Astawa Pilih Masak Hidangan Non Babi
Menjelang Hari Raya Galungan para pengurus banjar panitia kegiatan melakukan Nunas Taksu atau ritual sembahyang di Pura Puseh Lan Desa untuk diberikan keselamatan dan berjalan sesuai dengan harapan apa yang dicita-citakan.
Tujuh hari sebelum Hari Raya Galungan dilakukan upacara Sugihan Jawa dan melaspas ayunan menghaturkan dua daksina pelinggih di Pura Puseh Lan Desa.
"Ayunan ini sudah menjadi tradisi turun temurun bahkan dari saya masih kecil sampai sekarang umur 49 masih menjelang 50 tahun, dilestarikan bahkan dari zaman orang tua ayah saya juga kakek buyut, dan kami tidak berani merubah pakem-pakem itu," papar Suada dijumpai di lokasi.
Suada menuturkan bahwa balok-balok kayu yang digunakan untuk penyangga, tempat duduk ayunan merupakan bahan-bahan peninggalan zaman dahulu yang kini masih awet dan berfungsi sebagai ayunan.
"Kemungkinan zaman dulu kan tidak seperti sekarang yang banyak hiburan, jadi saat dulu zaman kerajaan, Ayunan ini sudah menjadi sarana hiburan saat merayakan kemenangan Dharma (kebaikan) atas Adharma (kejahatan), dan sekarang saat Hari Raya Galungan selama 4 hari ke depan dan pada saat Kuningan selama 3 hari. Ayunan ini dimainkan setiap pukul 18.00 Wita sampai sekitar 21.00 Wita," paparnya.
Baca Juga: Senang Cucunya Lahir Laki-laki, Nenek di Bali Ini Naur Sesangi Dengan Hadirkan Okokan
Ia menuturkan bahwa tujuh hari sebelum Galungan dilakukan perakitan, esoknya enam hari sebelum Galungan atau Sugihan Jawa, ayunan tersebut di pelaspas atau diupacarai terlebih dahulu.
"Zaman dahulu kala dimainkan sejak pagi hari tapi seiring zaman berkembang, banyak orang yang bekerja jadi baru diputar saat malam hari sekarang-sekarang ini," imbuhnya.
Suada menuturkan bahwa Ayunan ini dulunya tidak berada di Balai Banjar Kerobokan melainkan di Wantilan lingkungan Puri Mengwi.
Lalu singkat cerita ayunan tersebut pindah karena Puri Mengwi juga pindah lokasi, dan Banjar Kerobokan dipilih lokasi Ayunan karena wilayahnya paling besar di Badung.
"Bukan ayunan yang biasa itu ada sisi spiritualnya juga, banyak mahasisa KKN juga tinggal di sini, ya menurut yang percaya bahwa ada alam lain di sekitar kita, ayunan ini kerap dipakai main oleh yang tak terlihat tapi berdampingan dengan kita," ungkapnya.
Panitia tidak membatasi siapapun yang naik ayunan ini, bahkan di lokasi tampak anak-anak dari usia 5 tahun, remaja hingga dewasa menaiki ayunan ini.
"Memang ada tiketnya Rp 2.500 per orang nanti hasilnya untuk kas banjar dan dana duka kalau ada warga yang meninggal dunia," paparnya.
Ayunan tersebut terdisi dari susunan balok - balok kayu menjulang ke atas setinggi sekitar 4 meter dan mampu memuat sebanyak 8 orang masing-masing tempat duduk dipakai satu orang.
Ayunan ini diputarkan oleh dua orang yang menggerakkan secara manual menggunakan tangan dan kaki.
"Menariknya lagi, untuk waktu putaran ayunan ini pakai tempurung kelapa yang diisi air, kelapa dilubangi dikasih air sampai habis airnya, kalau waktu sekitar 3 menitan," ujar dia
Made Suada berharap Ayunan peninggalan sejarah ini kedepannya ditetapkan menjadi warisan budaya oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang berdampak pada pariwisata dan lebih dikenal masyarakat luas.
"Kami sudah ajukan melalui Pokdarwis agar ditetapkan menjadi warisan budaya dan desa ini bisa menjadi desa wisata sejarah," pungkas Made Suada.
Kontributor Bali : Yosef Rian
Berita Terkait
-
Usai Terpidana Mati Mary Jane, 5 Napi Anggota 'Bali Nine' Dipertimbangkan untuk Dipindahkan ke Australia
-
Konsep Pidana di Indonesia Berubah Jadi Alasan 5 Anggota Bali Nine Akan Dipulangkan
-
Review Ticket to Paradise: Film Hollywood yang Syuting di Bali
-
Ulasan Novel 'Tari Bumi', Kehidupan Perempuan Bali di Tengah Tekanan Kasta
-
Jadwal Persib Kontra Bali United Resmi Ditunda
Terpopuler
- Raffi Ahmad Ungkap Tragedi yang Dialami Ariel NOAH, Warganet: Masih dalam Lindungan Allah
- Seharga Raize tapi Mesin Sekelas Innova: Yuk Simak Pesona Toyota Frontlander
- Eliano Reijnders Ungkap Rencana Masa Depannya, Berniat Susul Tijjani Reijnders
- Bayern Munchen Pampang Foto Nathan Tjoe-A-On, Pindah ke Bundesliga Jerman?
- Crazy Rich Kalimantan, Begini Mewah dan Mahalnya Kado Istri Haji Isam untuk Ulang Tahun Azura
Pilihan
-
Viral Pertamax Dituding Jadi Biang Rusaknya Fuel Pump Mobil, ITB Sampai Dipanggil
-
MR.DIY Mau Melantai Bursa di BEI, Ini Harga Saham dan Jadwal IPO
-
Diskusi OIKN dan BPK RI: Pembangunan IKN Harus Berlanjut dengan Tata Kelola yang Baik
-
1.266 Personel Diterjunkan, Polres Bontang Pastikan Keamanan di 277 TPS
-
Masa Tenang, Tim Gabungan Samarinda Fokus Bersihkan Alat Peraga Kampanye
Terkini
-
DPRD Pilih Alphard Baru Ketimbang Mobil Listrik Karena Fasilitas di Bali Belum Memadai
-
Hujan Berpotensi Menurunkan Keinginan Warga Untuk Mencoblos ke TPS
-
Waspadai Fenomena Cold Surge yang Memicu Gelombang Tinggi di Laut Pada Periode Nataru
-
Korban Erupsi Gunung Lewotobi Akan Tinggal di Huntara, Satu Rumah Diisi 5 Keluarga
-
Turun Gunung, Ibunda TGB Minta Jemaah NWDI Dukung Rohmi-Firin Dan Jangan Dengar Siapapun