Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Kamis, 09 Juni 2022 | 07:07 WIB
Ayunan tradisional peninggalam sejarah yang dilestarikan masyarakat Banjar Kerobokan Desa Adat Munggu, Kuta Utara, Badung, Bali. [Foto : Suara.com/Yosef Rian]

SuaraBali.id - Tradisi unik saat Hari Raya Galungan dilakukan warga Banjar Kerobokan, Desa Adat Munggu, Badung, Bali. Mereka memainkan ayunan bersejarah dari zaman kerajaan peninggalan Pura Puseh Lan Desa Lingkungan Puri Mengwi, Badung, Bali.

Pada Rabu (8/6/2022) malam, pertama kalinya, warga desa adat setempat berkumpul di Jalan Desa Adat Munggu sepanjang sekira 1 kilometer dengan mengadakan pasar malam, dan yang paling unik adalah ayunan tersebut yang hanya dimainkan saat Hari Raya Galungan setiap 6 bulan sekali.

Kelian Banjar Kerobokan Desa Adat Munggu, I Made Suada menuturkan bahwa ayunan tersebut bukan sembarang ayunan karena disakralkan oleh penduduk setempat.

Ayunan ini memiliki nilai sejarah yang begitu panjang dari Puri Mengwi.

Baca Juga: Rayakan Galungan Dengan Keluarga yang Berbeda Agama, Astawa Pilih Masak Hidangan Non Babi

Menjelang Hari Raya Galungan para pengurus banjar panitia kegiatan melakukan Nunas Taksu atau ritual sembahyang di Pura Puseh Lan Desa untuk diberikan keselamatan dan berjalan sesuai dengan harapan apa yang dicita-citakan.

Tujuh hari sebelum Hari Raya Galungan dilakukan upacara Sugihan Jawa dan melaspas ayunan menghaturkan dua daksina pelinggih di Pura Puseh Lan Desa.

Tempurung kelapa diisi air sebagai timer waktu pemutaran ayunan di Desa Adat Munggu, Mengwi, Badung, Bali. Setiap pengunjung hanya boleh menggunakan selama 3 menit. [Foto : Suara.com/Yosef Rian]

"Ayunan ini sudah menjadi tradisi turun temurun bahkan dari saya masih kecil sampai sekarang umur 49 masih menjelang 50 tahun, dilestarikan bahkan dari zaman orang tua ayah saya juga kakek buyut, dan kami tidak berani merubah pakem-pakem itu," papar Suada dijumpai di lokasi.

Suada menuturkan bahwa balok-balok kayu yang digunakan untuk penyangga, tempat duduk ayunan merupakan bahan-bahan peninggalan zaman dahulu yang kini masih awet dan berfungsi sebagai ayunan.

"Kemungkinan zaman dulu kan tidak seperti sekarang yang banyak hiburan, jadi saat dulu zaman kerajaan, Ayunan ini sudah menjadi sarana hiburan saat merayakan kemenangan Dharma (kebaikan) atas Adharma (kejahatan), dan sekarang saat Hari Raya Galungan selama 4 hari ke depan dan pada saat Kuningan selama 3 hari. Ayunan ini dimainkan setiap pukul 18.00 Wita sampai sekitar 21.00 Wita," paparnya.

Baca Juga: Senang Cucunya Lahir Laki-laki, Nenek di Bali Ini Naur Sesangi Dengan Hadirkan Okokan

Ia menuturkan bahwa tujuh hari sebelum Galungan dilakukan perakitan, esoknya enam hari sebelum Galungan atau Sugihan Jawa, ayunan tersebut di pelaspas atau diupacarai terlebih dahulu.

"Zaman dahulu kala dimainkan sejak pagi hari tapi seiring zaman berkembang, banyak orang yang bekerja jadi baru diputar saat malam hari sekarang-sekarang ini," imbuhnya.

Suada menuturkan bahwa Ayunan ini dulunya tidak berada di Balai Banjar Kerobokan melainkan di Wantilan lingkungan Puri Mengwi.

Lalu singkat cerita ayunan tersebut pindah karena Puri Mengwi juga pindah lokasi, dan Banjar Kerobokan dipilih lokasi Ayunan karena wilayahnya paling besar di Badung.

"Bukan ayunan yang biasa itu ada sisi spiritualnya juga, banyak mahasisa KKN juga tinggal di sini, ya menurut yang percaya bahwa ada alam lain di sekitar kita, ayunan ini kerap dipakai main oleh yang tak terlihat tapi berdampingan dengan kita," ungkapnya.

Panitia tidak membatasi siapapun yang naik ayunan ini, bahkan di lokasi tampak anak-anak dari usia 5 tahun, remaja hingga dewasa menaiki ayunan ini.

"Memang ada tiketnya Rp 2.500 per orang nanti hasilnya untuk kas banjar dan dana duka kalau ada warga yang meninggal dunia," paparnya.

Ayunan tersebut terdisi dari susunan balok - balok kayu menjulang ke atas setinggi sekitar 4 meter dan mampu memuat sebanyak 8 orang masing-masing tempat duduk dipakai satu orang.

Ayunan ini diputarkan oleh dua orang yang menggerakkan secara manual menggunakan tangan dan kaki.

"Menariknya lagi, untuk waktu putaran ayunan ini pakai tempurung kelapa yang diisi air, kelapa dilubangi dikasih air sampai habis airnya, kalau waktu sekitar 3 menitan," ujar dia

Made Suada berharap Ayunan peninggalan sejarah ini kedepannya ditetapkan menjadi warisan budaya oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang berdampak pada pariwisata dan lebih dikenal masyarakat luas.

"Kami sudah ajukan melalui Pokdarwis agar ditetapkan menjadi warisan budaya dan desa ini bisa menjadi desa wisata sejarah," pungkas Made Suada.

Kontributor Bali : Yosef Rian

Load More