Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Jum'at, 21 Januari 2022 | 16:43 WIB
Ilustrasi sejumlah minyak goreng yang tersusun rapi di rak sebuah toko. [ANTARA]

SuaraBali.id - Kebijakan pemerintah melalui Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto tentang minyak goreng satu harga yaitu Rp 14 ribu terhitung sejak 19 Januari 2022, disambut baik oleh masyarakat. Akan tetapi tidak demikian bagi seluruh peritel.

Ada potensi kerugian yang mungkin dialami akibat selisih harga beli di tingkat pemilik warung, kios dan peritel sebelum kebijakan tersebut ada dan setelah kebijakan diterapkan.

Hal ini diungkap dari rilis Gabungan Pengelola dan Pengusaha Ritel (GAPPARI) Bali (20/1/2022), Wakil Ketua Bidang Ekosistem Usaha Ritel GAPPARI yang juga Pendiri Manajemen Ritel Bli Wayan, I Wayan Dana Ardika.

"Ada total 29.000 pemilik warung, kios, toko lokal di Bali yang berpotensi mengalami kerugian, jika tidak ada upaya mediasi oleh Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini melalui Gubernur Bali untuk mempertemukan pengelola dan pemilik ritel unit mikro dengan Distributor minyak goreng," jelasnya belum lama ini di Denpasar sebagaimana diwartakan beritabali.com – Jaringan Suara.com.

Dana menyebut bahwa Pemerintah Pusat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memang menganggarkan lebih dari Rp 7,6 Trilun untuk menanggulangi potensi kerugian dengan metode rafaksi dari distributor ke peritel atau pemilik unit ritel mikro.

Akan tetapi yang terjadi hingga saat ini, belum ada kejelasan bagaimana metode ini dilaksanakan.

"Sekaligus dalam kesempatan ini, kami ingatkan kepada seluruh pemilik warung, kios dan toko ritel, jadi metodenya adalah rafaksi, selisih kerugian yang diderita dipotong atau dikembalikan, bukan retur barang," katanya.

Hal ini berkebalikan dengan kondisi di lapangan dimana Jaringan Peritel Nasional bahkan Minimarket Jaringan Nasional sudah langsung bisa menerapkan, sehingga terjadi aksi panic buying, dengan pembelian jumlah besar yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa Minimarket Jaringan Nasional.

"Inilah bentuk dikotomi yang kami alami, proses untuk kami di peritel lokal seperti pemilik toko kecil, minimarket lokal, warung, kios sangat lambat. Ini berpotensi akan menjadi masalah saat dilakukan sidak, karena tentu saja kebijakan satu harga Minyak Goreng tersebut belum bisa diterapkan seketika seperti halnya Minimarket Jaringan Nasional," paparnya.

Kondisi tersebut menurut Dana, semakin menurunkan daya saing Warung, Toko dan Minimarket Lokal dibanding dengan Minimarket Jaringan Nasional.

"Kami sangat yakin, Gubernur Bali saat ini sangat konsen untuk mendukung dan membantu peritel lokal, kami mohon bisa dibantu untuk segera memfasilitasi bentuk mediasi antara kami dengan Distributor Minyak Goreng di Bali," ucapnya.

Dalam keterangan terpisah, Sekretaris Gappari Bali, I Wayan Suka Antara Yasa, meminta agar pemerintah tidak melakukan sidak terlebih dahulu ke Pemilik Supermarket dan Minimarket Lokal, Kios atau warung.

"Kami sudah menyiapkan surat untuk Gubernur Bali cq Kepala Dinas Perdagangan dan Bupati & Walikota Se-Bali untuk membantu serta mendukung upaya percepatan implementasi kebijakan tersebut hingga ke tingkat bawah," ujarnya.

Diakui Suka, saat ini Supermarket, Minimarket Lokal, Toko, Kios dan Warung memang belum bisa menerapkan kebijakan tersebut secara serentak dan serta merta.

"Inilah yang harus menjadi domain pemerintah daerah untuk membantu memediasi dan memfasilitasi kami," tutupnya.

Load More