Datangnya seorang seniman dari Belanda yang bernama Arie Smith pada tahun 1970 banyak memberikan nuansa baru pada kalangan anak muda di Ubud. Aliran ini sangat mudah bagi anak muda dalam mempelajari dan membuatnya pun tidak terlalu lama sebagaimana lukisan tradisional yang begitu lama pengerjaannya. Kalangan anak muda ini kebanyakan dari daerah Campuhan dan Penestanan. Mereka melukis untuk membiayai sekolah dan keluarga. Lukisan jenis ini seperti pisang goreng laris dijual bagi wisatawan Itali dan Spanyol dan sebagian anak muda itu pun juga bisa berbahasa Spanyol dan Itali.
Ubud dan Pariwisata
Ubud bukan saja menjdi kampung seniman karena didukung nuansa spiritual, nuansa alam, kehidupan budaya saja (culture life) tetapi juga karena dukungan industri pariwisata pada era tahun 1970. Sebelumnya industri tersebut hanya bisa dibangun oleh kalangan bangsawan saja seperti Hotel Campuhan. Dalam perkembangannya masyarakat biasa mulai membangun pondok wisata yang dikenal dengan home stay, rumah makan dengan gaya cuisine seperti Murni's Warung, rumah makan Cina seperti Okawati, Warung Nadi dll. Masyarakat juga mulai membuka lapak-lapak barang seni sesuai dengan perkembangan di dunia pariwisata.
Menginjak tahun 1980 walaupun di Puri sudah ada penginapan, jamuan makan makan dengan kemasan performance mulai diperkenalkan. Paket-paket tour sekeliling Bali mulai dijajakan serta penyewaan kendaraan sudah disediakan sebagai sarana pendukung. Juga mulai terjadi pertumbuhan penyediaan destinasi seperti museum dan Monkey Forest sesuai dengan pergerakan pariwisawa di Ubud. Media bahasa Inggris "Napi Orti" menjadi pelengkap yang memberikan informasi bagi para wisawatan, “Bali Path Finder” sebagai pemandu travelling di Bali. Masyarakat membangun lembaga yang bernama "Yayasan Bina Wisata" sebagai pusat informasi dan pembinaan bagi pelaku pariwisata di Ubud.
Penutup
Ubud adalah desa, bukan kota. Ubud hanya memiliki potensi alam, sungai, kehidupan budaya serta kehidupan spiritual. Konsep pembangunan tahun 1980 yang telah kami canangkan bersama dapat dipertahankan, bagaimana pembangunan pariwisata untuk kepentingan masyarakat (community based tourism), bagaimana budaya menjadi dasar pembangunan pariwissata (cultural tourism), arts tourism, dan spiritual tourism sehingga Ubud tetap menjadi "Ubad" (obat) bagi siapa pun yang datang dan tinggal di Ubud.
Berita Terkait
-
Bali Larang Air Kemasan Plastik! Langkah Radikal Selamatkan Pulau Dewata dari Tsunami Sampah
-
Untung Rugi Jordi Amat Gabung Persib Bandung atau Bali United
-
Suka Nonton The Life List? Ini 5 Film dengan Vibes Serupa yang Heartwarming
-
Bali United Incar 4 Pemain Timnas Indonesia yang Segera Habis Kontrak di Klub Luar Negeri
-
Media Malaysia: Jordi Amat Diincar 2 Klub Indonesia
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
- Harga Tiket Pesawat Medan-Batam Nyaris Rp18 Juta Sekali Penerbangan
- Rekaman Lisa Mariana Peras Ridwan Kamil Rp2,5 M Viral, Psikolog Beri Komentar Menohok
Pilihan
-
Hasil Akhir! Pesta Gol, Timnas Indonesia U-17 Lolos Piala Dunia
-
Hasil Babak Pertama: Gol Indah Zahaby Gholy Bawa Timnas Indonesia U-17 Unggul Dua Gol
-
BREAKING NEWS! Daftar Susunan Pemain Timnas Indonesia U-17 vs Yaman
-
Baru Gabung Timnas Indonesia, Emil Audero Bongkar Rencana Masa Depan
-
Sosok Murdaya Poo, Salah Satu Orang Terkaya di Indonesia Meninggal Dunia Hari Ini
Terkini
-
Industri Air Minum Lokal di Bali Protes Soal Larangan Kemasan Plastik di Bawah 1 Liter
-
Malas Masak? Jalan Airlangga Jadi Surga Lebaran Ketupat: Menu Lengkap, Harga Murah
-
Ribuan Warga Padati Lebaran Topat di Makam Bintaro & Loang Baloq Mataram
-
BRI Dukung Ekspansi Global Bisnis Aksesori UMKM Ini Dengan Solusi Keuangan Utama
-
Arus Balik Lebaran 2025 Meningkat, Terminal Mengwi Bali Catat Lonjakan Penumpang Dibanding 2024