Scroll untuk membaca artikel
RR Ukirsari Manggalani
Kamis, 29 Juli 2021 | 19:00 WIB
[Beritabali/ist/Mantan engineering hotel beralih usaha kuliner].

SuaraBali.id - Pekerja pariwisata tidak menyerah begitu saja saat menghadapi kondisi lesunya ekonomi Pulau Dewata di tengah pandemi COVID-19. Salah satunya adalah Putu Widhiantara.

Dikutip dari BeritaBali.com, jaringan SuaraBali.id, lelaki yang sebelum pandemi bekerja di salah satu hotel sebagai teknisi atau bagian engineering itu pindah haluan.

Kekinian, Putu Widhiantara membuka usaha kuliner Warung 87 Grilled House, di Jalan Melasti, 11 b, Legian, Badung. Dengan menu utama sate.

Bermodalkan dana awal Rp3 juta, ia membuka gerai yang terus eksis sampai sekarang.

Baca Juga: Wisata Bali: Dongkrak Pariwisata, Kemenparekraf Luncurkan Vaksinasi Sekaligus Piknik

"Alasan utama karena ingin berwirausaha untuk menopang ekonomi di saat pandemi. Syukur akan berlanjut terus, usaha kami menjadi beberapa cabang. Jika sebelumnya saya bekerja di hotel selama tiga tahun sebagai engineering serta sempat punya majalah, dan buat event. Tetapi, sekarang nyaris tidak dapat kegiatan karena pariwisata tutup," paparnya di Badung, Selasa (27/7/2021).

Dalam kondisi saat ini, menurutnya, keyakinan untuk tetap bertahan dan bangkit perlu terus dipupuk sehingga nantinya diharapkan pasti ada jalan.

"Saya yakin, asalkan kita berusaha pasti ada jalan dan hasil yang akan dicapai. Ya, intinya tetap konsisten saja," ucapnya.

Dalam memulai usaha, modal yang dikeluarkan juga tidak terlalu besar. Hal ini karena peralatan penunjang usaha sudah dimiliki sebelumnya. Yaitu saat mengikuti event-event terkait kuliner.

"Adapun modal awal kami kecil-kecilan sekali hanya Rp 3 juta untuk membeli bahan baku makanan," jelas Putu Widhiantara.

Baca Juga: Wisata Bali: Pencarian Kobaran Sinar Menjadi Awal Penamaan Pura Gede Hyang Api Badung

Berbisnis di bidang kuliner, ia selalu bersemangat. Termasuk meracik ragam hidangan untuk disuguhkan kepada pembeli.

"Rata-rata kalau sate saja kami mampu menjual di kisaran 300 tusuk, untuk menu lain beda lagi, kami menjual lalapan, sup kepala ikan, pepes ikan, sampai porkbelly," tandasnya.

Harga yang diberikan juga bervariasi, seperti sate babi Rp20.000 per delapan tusuk, porkbelly Rp35.000, sate ayam Rp15.000, garangasem Rp15.000, sop kepala ikan Rp25.000, pepes ikan Rp10.000, ayam bakar atau goreng Rp20.000," jelasnya memerinci harga tempat bersantapnya.

Adapun pembelinya bervariasi mulai dari teman-teman dari komunitas FnB, ada tamu ekspatriat serta kalangan anak-anak muda.

Dalam menjalankan usaha itu dirinya hanya menemukan kendala utama berkaitan dengan masalah pandemi. Yaitu adanya pembatasan kegiatan masyarakat. Sehingga waktu berjualan dan orang bersantap di tempat terbatas.

"Sangat terasa dampak PPKM ini karena tamu tidak dapat makan di tempat, kami kehilangan omzet sekitar 75 persen," sebutnya.

Putu Widhiantara berharap aturan yang dibuat Pemerintah dan penerapan di lapangan sama, serta berharap aturan dilonggarkan.

Terus semangat, Bli Putu!

Load More