Scroll untuk membaca artikel
RR Ukirsari Manggalani
Sabtu, 19 Juni 2021 | 08:04 WIB
[beritabali.com/ilustrasi/ foto: Bettmann / Corbis]

SuaraBali.id - Di abad ke-15 atau sekitar tahun 1500, masyarakat di Bali merayakan hari raya suci dua kali dalam setahun. Saat hari raya diadakan pesta besar dengan menyantap aneka hidangan.

Dikutip dari BeritaBali.com, jaringan SuaraBali.id, perayaan hari raya di Bali pada abad ke-15 ini ditulis Aernoudt Lintgenzoon, seorang warga Eropa yang berada di Bali dalam jangka waktu lama.

Tulisan bertajuk "Verhael Bant Gheenne mij op't eijllant van baelle" atau "The Story of What Befell Me on The Island of Bali (1856)" ini dibuat sebagai laporan kepada para donatur pelayaran pertama bangsa Belanda. Tulisan Lintgenzoon kemudian disusun lagi dalam buku "Bali Tempo Doeloe", yang disusun Adrian Vickers.

Saat Aernoudt Lintgenzoon berkunjung ke Bali, waktu itu Bali diperintah oleh Raja Dalem Seganing (1550-1632). Dalem Seganing adalah Raja Bali yang pertama kali bertemu pendatang Belanda pada tahun 1597.

Baca Juga: Pasar Blahbatuh Gianyar Bali, Awalnya Berlokasi di "Telajakan" Puri

Kepada penulis Aernoudt Lintgenzoon, "Kijlloer" atau Menteri Utama Raja Bali waktu itu (1597) mengatakan, Ppwilayah perkampungan dan perkotaan.

Penduduk "Baelle" (Bali) waktu itu tidak melakukan aktivitas pelayaran, raja tidak repot dengan urusan negeri lain karena Pulau Baelle mampu memenuhi kebutuhan hidup para penduduknya. Sungai mengalir ke seluruh negeri melalui kanal-kanal dan tetap mengalir walau hujan tidak turun. Dan hujan disebut selalu turun sepanjang tahun.

Di belakang rumah "Kijlloer" ada tiga buah "rumah" kecil dari anyaman rotan ditopang empat tiang kecil (kemungkinan yang dimaksud semacam sanggah/merajan).

Persembahan untuk para dewa dilakukan pada hari raya suci yang dirayakan dua kali dalam setahun. Hari raya pertama dilaksanakan saat padi mulai ditanam. Hari raya suci kedua dirayakan menjelang padi dipanen.

Dalam tulisannya, Aernoudt Lintgenzoon mengatakan pada hari raya diadakan pesta besar yang diiringi gambelan yang meriah. Selain gambelan meriah, mereka (warga Kerajaan Bali) juga menyantap aneka hidangan lezat termasuk mengudap atau makan daging anjing pada saat pesta besar itu berlangsung.

Baca Juga: Wagub Cok Ace Minta Pengusaha Bali Tak Jual Aset karena Pariwisata Sepi

Saat itu banyak terdapat aliran kepercayaan namun warga masyarakat saling menghargai antar kepercayaan, seperti kepercayaan menyembah matahari, bulan, sapi jantan dan sebagainya. Warga ada yang tidak makan daging sapi. Dalam setahun hanya dihitung 10 bulan dan sebulan ada 30 hari.

Load More