Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Senin, 07 Juni 2021 | 08:05 WIB
Pengantin mendaki bukit terjal Buleleng ternyata masih di bawah umum. (BeritaBali)

SuaraBali.id - Pengantin mendaki bukit terjal Buleleng ternyata masih di bawah umum. Mereka berusia 17 tahun dan 16 tahun. Mereka menjalani tradisi tipat bantal.

Pasangan pengantin asal Desa Sudaji Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, Bali.

Pasangan Suami Istri (Pasutri) I PES dan KA masing-masing masih berumur 17 dan 15 tahun.

Keduanya bahkan tidak lulus Sekolah Menengah pertama di SMP Budhi Luhur Sudaji.

Baca Juga: Viral Momen Sungkem Pengantin ke Ortu yang Sudah Cerai, Ketegaran Ayah Kandung Diuji

Ditemui di rumahnya, Sang suami menuturkan dirinya dikeluarkan dari sekolah saat menginjak kelas VIII, begitu juga sang istri yang harus berhenti sekolah karena kekurangan biaya.

Pertemuan mereka, menurut PES terjadi sembilan bulan yang lalu.

Viral perempuan bali bawa banten naik bukit terjal di Buleleng, Bali. (beritabali)

Keduanya yang notabene adalah tetangga sering bertemu di lingkungannya. Karena sudah saling mengenal, akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.

Namun demikian ada alasan mengapa mereka menikah di umur yang masih sangat muda.

“Saya sudah tidak punya ibu bapak, kakek sudah tua, jika kakek meninggal maka saya tidak punya siapa-siapa. Saudara ayah semua tinggal jauh dari sini. Kadang-kadang saja pulang,” ungkap PES didampingi sang istri.

Baca Juga: 5 Fakta Gaun Pengantin Putri Diana yang Jarang Diketahui, Ternyata Ada Nodanya

Selama ini, PES dan kedua adik perempuannya hanya diasuh oleh Kakeknya, Ketut Rina (83).

Sementara Ayah dan Ibu mereka sudah lama meninggal.

“Adik pertama saya mengalami kelainan jadi pertumbuhannya terganggu. Umurnya sudah 16 tahun tetapi badannya tetap kecil, selain itu dia tidak bisa bicara dan melakukan sesuatu sendiri,” imbuhnya.

PES melakukan keseharian sebagai petani. Di atas tanah milik kakeknya terdapat pohon cengkeh, aren, dan beberapa jenis pohon kayu.

“Setiap hari ke kebun untuk mengurus pohon cengkeh. Kalau ada yang mau membeli tuak saya carikan. Jika tidak saya olah menjadi gula aren dan dijual ke Pasar Desa Sudaji untuk makan sehari-hari,” ungkapnya.

Pasutri saat ini tengah fokus untuk menabung. Apalagi umur mereka masih muda. Mereka berharap kondisi keuangan mereka bisa lebih baik.

“Fokus cari uang dulu, biar ada tabungan. Jika sakit bisa tabungan itu dipakai berobat. Ke depan jika punya anak pasti juga perlu biaya,” terangnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, sebuah video yang memperlihatkan perjuangan sejumlah wanita yang membawa banten “tipat bantal” hingga menaiki bukit curam viral di media sosial.

Load More