Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Kamis, 27 Mei 2021 | 14:47 WIB
Sejarah perempuan Bali kuno tidak pakai bra atau penutup payudara. (Youtube Bali Old)

SuaraBali.id - Sejarah perempuan Bali kuno tidak pakai bra atau penutup payudara. Namun ini bukan pornografi, ini ada hubungannya dengan jenis pakaian adat Bali.

Bali unik, Indonesia terdiri dari 1.340 suku bangsa, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki pakaian adat yang merepresentasikan identitas yang biasanya berkaitan dengan wilayah geografis asal suku tersebut dengan simbol-simbol di budayanya serta keunikan yang khas.

Salah satu suku dengan keunikan serta makna filosofis yang tersirat dibalik corak atau simbolnya terdapat di pakaian adat Bali, yang harus dijaga kelestariannya.

Dikutip dari berbagai sumber, Bali memiliki tiga pakaian adat dengan makna yang berbeda pada setiap pakaiannya:

Baca Juga: Telah Beristri dan Begal Payudara Pesepeda di Kemayoran, HP Tak Kuat Tahan Nafsu

1. Payas Agung

Penggunaan Payas Agung pada zaman dahulu hanya dikenakan oleh kalangan dengan tingkatan paling tinggi.

Kata Payas sendiri memiliki makna riasan, dan agung yang artinya besar atau mewah sehingga dapat diartikan sebagai pakaian yang mewah.

Ciri utama Payas Agung adalah adanya perpaduan seperti warna merah, putih, dan emas.

Payas Agung biasanya hanya digunakan dalam acara perkawinan.

Baca Juga: Menegangkan! Detik-detik Pemobil Kejar Pelaku Begal Payudara hingga Ketangkap

Pakaian adat ini memiliki arti dan filosofi yang baik dalam menempuh kehidupan perkawinan. Penggunaan mahkota dalam Payas Agung pengantin adalah hal yang paling disucikan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ida Ayu Gede Prayitna Dewi dari Universitas Hindu Indonesia yang berjudul "Simbol Trimurti Dalam Payas Agung Pengantin Bali" Simbol Trimurti tersebut di dapat dari hiasan kepala yang meggunaan Cempaka Kuning sebagai lambang Dewa Brahma, Cempaka putih merupakan lambang Dewa Siwa, dan kenanga sebagai lambang Dewa Wisnu.

Payas Agung untuk laki-laki biasanya ditambahkan dengan keris, sdangkan bagi wanita menggunakan kain atau sesanteng yang dililitkan dibagian tubuh atas, dan menggunakan kain songket untuk bawahan.

2. Payas Madya

Payas Madya berada dibawah tingkatan Payas Agung namun lebih fleksibel untuk digunakan dalam kegiatan sehari-hari.

Payas Madya berarti busana atau riasan yang sedang atau menengah.

Kelengkapan payas Madya untuk perempuan adalah menggunakan kebaya, dan kamen yaitu kain lembaran yang dililitkan di pinggang hingga menutupi pergelangan kaki dan selendang, yang dipakai di pinggang di luar kebaya

3. Payas Alit

Payas Alit merupakan baju atau pakaian tradisional yang sering digunakan masyarakat Bali untuk sembahyang ke Pura.

Payas Alit seperti namanya Alit yang dalam bahasa Bali dan Jawa berarti kecil atau sederhana, bisa diartikan Payas Alit merupakan busana yang sederhana.

Payas Alit biasanya digunakan untuk kegiatan seperti melakukan bersih bersih ke pura, atau membantu tetangga jika mempunyai acara keagamaan.

Terlepas dari ketiga pakaian adat diatas yang fungsinya banyak digunakan untuk acara keagamaan, Perempuan Bali kuno yaitu pada tahun 1950-an pakaian pakaian adat wanita Bali tak mengenal penutup dada.

Hal tersebut bukan suatu hal yang asal diterapkan, kesengajaan wanita Bali bertelanjang dada memiliki arti khusus secara kultural sebagai ekspresi kejujuran dimana wanita Bali dapat menjaga apa yang dimilikinya.

Kemudian pada tahun 1484 untuk memproteksi moral Belanda yang bertugas di Bali saat itu, istri-istri pangeran Bali mengenakan baju dan menjadi inspirasi berpakaian yang pantas.

Peraturan tersebut dikeluarkan oleh pemerintah Kolonialisme Belanda di Buleleng, Bali.

Secara menyeluruh kebiasaan wanita Bali tanpa pakaian berakhir pada 1990an

Sumber: Disbud Tabanan, Sajiwani

Kontributor : Kiki Oktaliani

Load More