SuaraBali.id - Selama dua tahun terakhir, peringatan Hardiknas dirayakan di masa pandemic covid-19. Pandemi telah berdampak signifikan terhadap menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia, bahkan angka putus sekolah meningkat, yang berari target RPJMN untuk meningkatkan lama sekolah menjadi terancam gagal tercapai.
Badan Pembangunan Nasional (BAPENAS) mencatat, wabah Covid-19 di Indonesia telah menambah jumlah penduduk miskin, meningkatkan pekerja anak, dan meningkatkan putus sekolah .
“Data ini sejalan dengan pengawasan KPAI selama 2020 telah terjadi angka putus sekolah karena menikah sebanyak 119 kasus dan putus sekolah karena menunggak SPP sebanyak 21 kasus. Sedangkan pada Januari-Maret 2021 ada 33 kasus anak putus sekolah karena menikah, 2 kasus karena bekerja, 12 kasus karena menunggak SPP dan 2 kasus karena kecanduan gadget sehingga harus menjalani perawatan dalam jangka panjang”, ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI yang sangat konsen pada isu-isu pendidikan.
Catatan KPAI Dari Hasil Pengawasan dan Survei
Berikut ini ini adalah sejumlah catatan KPAI dari hasil pengawasan maupun survey dan kajian terkait penyelenggaraan pendidikan dan berbagai kebijakan pendidikan di masa pandemic Covid-19.
1. Kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR) atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) terus menuai masalah dan tidak juga dapat dicarikan solusinya oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, meskipun berbagai kebijakan dalam upaya mengatasinya sudah dibuat, seperti : kebijakan panduan BDR atau PJJ, kebijakan bantuan kuota internet, kebijakan kurikulum khusus dalam situasi darurat, kebijakan standar penilaian di masa pandemic, dan terakhir melakukan 3 kali relaksasi terhadap SKB 4 Menteri tentang Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di masa pandemic.
2. KPAI menilai tidak efektifnya sejumlah terobosan yang dibuat pemerintah untuk mengatasi BDR atau PJJ karena,
BDR atau PJJ terlalu bertumpu pada internet, akibatnya sejumlah kendala pembelajaran daring terjadi karena keragaman kondisi keluarga peserta didik, keragaman kondisi daerah seluruh Indonesia dan kesenjangan digital yang begitu lebar antar daerah di Indonesia.
Selain itu, nak-anak dari keluarga miskin kurang terlayani bahkan banyak yang sama sekali tidak terlayani, hal ini berdampak kemudian dengan angka putus sekolah;
Baca Juga: Bobby Nasution Tiadakan Salat Idul Fitri di Lapangan Merdeka Medan
Tidak pernah ada pemetaan kesenjangan kemampuan digital dan kemampuan ekonomi antara anak-anak di pedesaan dengan di perkotaan, antara anak-anak dari keluarga miskin dengan anak-anak dari keluarga kaya. Padahal BDR atau PJJ sangat dipengaruhi oleh faktor peranan orangtua peserta didik.
Ditambah, tidak ada pemetaan variasi BDR atau PJJ yang dibangun bersama antara guru, siswa dan orangtua.
Selanjutnya, kebijakan BDR/PJJ yang terkesan menyamakan masalah sehingga hanya satu solusi untuk semua problem BDR atau PJJ yang ada, misalnya bantuan kuota internet hingga Rp 7 T, namun pada praktiknya banyak yang mubazir dan tetap tidak mampu mengatasi masalah pembelajaran anak-anak dari keluarga miskin yang tidak memiliki alat daring. Atau masalah anak-anak di pelosok yang berada pada wilayah blank spot. Peserta didik dari keluarga miskin dan di pelosok tetap saja tidak terlayani PJJ daring ketika kebijakannya tunggal, hanya memberikan bantuan kuota internet untuk semua masalah PJJ.
Kondisi setelah satu tahun lebih BDR atau PJJ mengakibatkan kejenuhan pada peserta didik sehingga menurunkan semangat belajar; munculnya masalah alat daring, masalah jaringan internet yang sulit, masalah tidak adanya interaksi guru-siswa dalam proses BDR/PJJ dan banyak anak kelas XII yang lulus tahun ini menunda kuliah karena sedang masa pandemi.
3. Solusi Dampak Buruk PJJ atau BDR adalah merelaksasi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) padahal secara riil Indonesia belum mampu mengendalikan pandemic covid-19.
Di tengah kebingungan semua stakeholder pendidikan di Indonesia dalam mengatasi masalah atau kendala BDR atau PJJ dan dampak buruknya, pada Juli 2021 akan menggelar PTM secara serentak di tengah pandemi dengan positivity rate yang masih belum aman bagi anak-anak menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Berita Terkait
-
Data Baru: Efek Samping Suntikan Kedua Vaksin Pfizer Lebih Banyak!
-
Klaster Takziah, Separuh Kampung di Sambilengo Sragen Positif Covid-19
-
Update Covid-19: Australia Siap Penjarakan Pendatang dari India
-
Selain Cegah Penularan Covid-19, Ketahui 5 Manfaat Lain dari Pakai Masker
-
Gurunya Lumpuh Usai Divaksin Covid-19, Siswa dan Alumni Galang Dana
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Jadi Binaan BRI, La Suntu Tastio Mendapatkan Berbagai Pelatihan Usaha
-
Lewat BRImo, BRI Permudah Akses Reksa Dana Mulai Rp10 Ribu
-
Miliaran Rupiah Hilang! Ini Strategi Gubernur NTB Lawan Pemborosan Kendaraan Dinas
-
Resmi Dilarang! Kapolri Turun Tangan, Kembang Api Akhir Tahun di Bali Batal Total
-
5 Air Terjun Paling Eksotis di Bali Wajib Dikunjungi Wisatawan