SuaraBali.id - Parisadha Hindu Dharma menyimpulkan upacara Galungan mempunyai arti Pawedalan Jagat atau Oton Gumi. Yaitu hari yang ditetapkan agar umat Hindu di Bali menghaturkan "Maha Suksemaning Idepnya" ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi atas terciptanya dunia serta segala isinya.
Dikutip BeritaBali.com, jaringan SuaraBali.id, dari Babadbali.com, pada Hari Raya Galungan, umat Angayubagia, bersyukur atas karunia Ida Sanghyang Widhi Wasa yang telah berkenan menciptakan segalanya di dunia ini.
Ngaturang maha suksmaning idép, angayubagia adalah suatu pertanda jiwa yang sadar akan kinasihan, tahu akan hutang budi.
Yang terpenting, dalam pelaksanaan upakara pada hari-hari raya adalah sikap batin. Mengenai bebanten hanya ditulis yang pokok-pokok saja menurut yang umum dilakukan umat.
Dalam rangkaian peringatan Galungan, pustaka-pustaka mengajarkan bahwa sejak Redite Pahing Dungulan umat didatangi Kala-tiganing Galungan. Yaitu: Sang Bhuta Galungan, Sang Bhuta Dungulan, dan Sang Bhuta Amangkurat.
Disebutkan dalam pustaka-pustaka bahwa mereka adalah simbul angkara (keletehan).
Jadi dalam hal ini umat berperang, bukanlah melawan musuh berbentuk fisik, tetapi kala keletehan dan adharma. Berjuang, berperang antara dharma untuk mengalahkan adharma. Menilik nama-nama itu, dapatlah kiranya diartikan sebagai berikut:
- Hari Pertama = Sang Bhuta Galungan. Galungan berarti berperang ata bertempur. Berdasarkan ini, boleh diartikan bahwa pada hari Redite Pahing Dungulan baru kedatangan bhuta (kala) yang menyerang (manusia baru sekedar diserang).
- Hari Kedua = Sang Bhuta Dungulan. Ia mengunjungi manusia pada hari Soma Pon Dungulan keesokan harinya. Kata Dungulan berarti menundukkan/ mengalahkan.
- Hari Ketiga = Sang Bhuta Amangkurat. Hari Anggara Wage Dungulan manusia dijelang oleh Sang Bhuta Amangkurat. Amangkurat sama dengan menguasai dunia. Dimaksudkan menguasai dunia besar (Bhuwana Agung), dan dunia kecil ialah badan kita sendiri (Bhuwana Alit).
Pendeknya, mula-mula manusia diserang, kemudian ditundukkan, dan akhirnya dikuasai. Ini yang akan terjadi, keletehan benar-benar akan menguasai manusia, bila manusia pasif saja kepada serangan-serangan itu.
Dalam hubungan inilah Sundari-Gama mengajarkan agar pada hari-hari ini umat den prayitna anjekung jnana nirmala, lamakane den kasurupan. Hendaklah umat meneguhkan hati agar jangan sampai terpengaruh oleh bhuta-bhuta (keletehan-keletehan) hati itu. Inilah hakikat Abhya-Kala (mabiakala) dan metetebasan yang dilakukan pada hari Penampahan.
Baca Juga: Wisata Bali: Menparekraf Pantau Kesiapan Pembukaan Pariwisata Pulau Dewata
Menurut Pustaka (lontar) Djayakasunu, pada hari Galungan itu Ida Sanghyang Widhi menurunkan anugerah berupa kekuatan iman, dan kesucian batin untuk memenangkan dharma melawan adharma.
Menghilangkan keletehan dari hati dalam masing-masing. Memperhatikan makna Hari Raya Galungan itu, maka patutlah pada waktu-waktu itu, umat bergembira dan bersuka ria. Gembira dengan penuh rasa Parama Suksma, rasa terima kasih, atas anugrah Hyang Widhi.
Gembira atas anugerah tadi, gembira pula karena Bhatara-bhatara, jiwa suci leluhur, sejak dari sugi manek turun dan berada di tengah-tengah pratisentana sampai dengan Kuningan.
Penjor terpancang di muka rumah dengan megah dan indahnya. Menjadi lambang pengayat ke Gunung Agung, penghormatan ke hadirat Ida Sanghyang Widhi. Janganlah penjor itu dibuat hanya sebagai hiasan semata-mata.
Lebih-lebih pada Hari Raya Galungan, karena penjor adalah suatu lambang yang penuh arti. Pada penjor digantungkan hasil-hasil pertanian seperti padi, jagung, kelapa, jajanan dan lain-lain, juga barang-barang sandang (secarik kain) dan uang.
Ini mempunyai arti sebagai penggugah hati umat, sebagai momentum untuk membangunkan rasa pada manusia, bahwa segala yang pokok bagi hidupnya adalah anugerah Hyang Widhi.
Berita Terkait
-
Banjir Lahar Hujan Semeru Kepung Permukiman, Ratusan Warga Terisolasi
-
Disenggol soal Galungan saat Kenang Momen Umrah, Begini Respons Mahalini
-
Lumajang Tetapkan Status Darurat Bencana Usai Erupsi Gunung Semeru
-
Tebing Longsor Menimpa Rumah dan Kendaraan di Ponorogo
-
Berkaca dari Erupsi Semeru, Ini Tindakan yang Wajib Dilakukan saat Gunung Api Meletus
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Batik Malessa, Dari Kampung Tipes Memberdayakan Perempuan dan Menggerakkan Ekonomi Keluarga
-
BRI Bersama BNI dan PT SMI Biayai Proyek Flyover Sitinjau Lauik Senilai Rp2,2 Triliun
-
Rekomendasi Rental Motor Murah di Bali Mulai Rp50 Ribu
-
5 Rekomendasi Penginapan Murah Meriah di Ubud Bali
-
7 Tempat Wisata Wajib Dikunjungi Saat Pertama Kali ke Bali