Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Kamis, 01 April 2021 | 12:54 WIB
Pistol yang diduga digunakan Zakiah Aini, pelaku penyerang Mabes Polri, beredar di media sosial, Rabu (31/3/2021). [Ist]

SuaraBali.id - Teroris perempuan berjilbab Zakiah Aini serang Mabes Polri seorang diri. Tidak ada teroris pria lain yang selama ini disebutkan mengantar Zakiah Aini masuk Mabes Polri.

Hal itu dipastikan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono.

Argo menyebut penyerang hanya berjumlah satu orang.

"(Penyerang) satu orang, itu saja," kata Argo saat dihubungi wartawan, Kamis (1/4/2021).

Baca Juga: Mengurung Diri usai Anak Serang Mabes Polri, Ayah Zakiah Aini: Innalillahi

Isu mengenai adanya orang lain yang mendampingi ZA terdengar dari kesaksian juru parkir di sekitaran area Mabes Polri.

Dia sempat menyebut, jika teroris yang menyerang Mabes Polri ada dua orang, namun satu orang mengumpat usai ZA ditembak.

Seperti diketahui, petugas pos di area dalam Mabes Polri sempat diserang oleh seorang perempuan berinisi ZA menggunakan senjata api.

Belakangan, diketahui perempuan penyerang Mabes Polri bernama Zakiah Aini.

Dari video yang diterima Ayojakarta, perempuan itu sudah berhasil masuk ke area dalam Mabes Polri dan mengacungkan senjata seperti senjata api ke arah petugas yang berada di pos pengamanan.

Baca Juga: Kapolsek Ciracas Bawa Oleh-oleh Buat Keluarga Zakiah Aini

Singkat cerita, perempuan tersebut melontarkan enam kali tembakan ke arah polisi yang berjaga.

Polisi pun bertindak tegas dengan menembak pelaku hingga tewas.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sebelumnya menyebut jika pelaku ternyata berideologi ke ISIS.

Kapolri juga menyebut jika ZA merupakan lone wolf atau penyerang seorang diri.

Teroris cari milenial

Milenial mudah diajak jadi teroris karena masih mencari jati diri. Hal itu dikatakan Analis militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati.

Teror di Mabes Polri dilakukan oleh seorang wanita berusia 25 tahun. Begitu pun, serangan bom Makassar juga dilakukan oleh pasangan milenial yang masih berusia 26 tahun.

"Milenial kebanyakan masih mencari jati diri dan mengikuti arah pihak yang paling berpengaruh," kata Susaningtyas dalam pernyataan tertulis, Kamis (1/4/2021).

Pola rekrutmen saat ini berkembang menjadi lebih terbuka gunakan ruang publik seperti sekolah, kampus, dan perkumpulan kegiatan-kegiatan keagamaan.

"Oleh karenanya, pemerintah juga harus melibatkan milenial sebagai upaya melakukan pencegahan agar tidak ada perekrutan baru," kata Nuning.

Nuning menjelaskan dalam menganalisa kejadian terorisme harus holistik.

"Kejadian bom bunuh diri itu tentu saja sinyal bahwa mereka ingin menunjukkan eksistensinya. Oleh karena itu harus dikenali embrio terorisme di Indonesia itu apa saja," ujarnya.

Selain melibatkan milenial, pemerintah juga diharapkan melibatkan tokoh-tokoh publik.

"Rekrutmen terorisme selain dilakukan tertutup, juga ada ruang publik yang dipakai dalam proses penjaringan seperti di media sosial," kata Nuning.

Yang juga perlu diwaspadai adalah proses yang disebut enabling environment yaitu menormalisasi hal yang tidak normal dirasa normal.

"Ini tidak boleh disepelekan dan harus jadi perhatian serius semua kalangan," ujar Nuning.

Mantan anggota DPR juga menjelaskan, militer dapat dilibatkan dalam penanganan terorisme.

Penanganan terorisme di Indonesia selama ini cenderung masih dalam klasifikasi kejahatan terhadap publik sehingga cenderung ditangani Polri semata.

"Jika terorisme mengancam keselamatan Presiden atau pejabat negara lainnya sebagai simbol negara, maka terorisme tersebut menjadi kejahatan terhadap negara dan harus ditanggulangi oleh TNI," kata Nuning.

Pembicara lainnya, Alto Labetubun, menjelaskan di Timur Tengah, kelompok tersebut menggunakan berbagai platform teknologi untuk menjaga eksistensi organisasi teroris.

"Walaupun secara wilayah ISIS tidak lagi menguasai Suriah namun mereka masih punya sistem di dunia 'cyber' atau 'cyber daulah'," kata analis keamanan yang hampir 20 tahun bertugas di Irak dan Suriah tersebut.

Alto berharap aparat pemerintah lebih melibatkan berbagai potensi masyarakat untuk mencegah terorisme.

"Banyak anak bangsa yang jago-jago, misalnya ahli hacking yang punya jiwa merah putih," katanya.

Load More