Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Selasa, 09 Maret 2021 | 15:06 WIB
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko memberikan keterangan pers di rumahnya di kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (3/2/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

SuaraBali.id - Dosen Universitas Indonesia Ade Armando menilai Moeldoko bukan aktor tunggal saat kudeta Partai Demokrat. Bahkan aksi Moeldoko kudeta Partai Demokrat bukan untuk menjadi calon presiden (Capres) di Pemilu 2024 mendatang. Lalu apa?

Hal itu disampaikan Ade Armando lewat tayangan videonya yang tayang di kanal Youtube Cokro TV, seperti dilihat, Selasa (9/3/2021). Dalam tayangan videonya tersebut, Ade Armando awalnya meyakini bahwa Moeldoko bukan aktor tunggal di balik kudeta Partai Demokrat.

"Tapi hampir pasti juga, Moeldoko bukanlah aktor tunggal," kata Ade Armando.

"Analisis bahwa ini kerjaan Moeldoko sendirian untuk memenuhi ambisinya sebagai Capres 2024, rasanya sih lemah. Saya yakin, Moeldoko tahu dukungan rakyat terhadapnya rendah," lanjut dia.

Baca Juga: Imbas KLB, Parlinsyah Jabat Plt Ketua Demokrat Padangsidimpuan

"Jadi, kalau pengambilalihan Demokrat dilakukan untuk meniti peluang jadi presiden, rasanya seperti pungguk merindukan bulan," kata Ade Armando.

Pendiri Partai Demokrat Etty Manduapessy (tengah) didampingi para kader lainnya menghadiri KLB Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). Berdasarkan hasil KLB tersebut, Moeldoko terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. [ANTARA FOTO/Endi Ahmad]

Menurutnya, Moeldoko mengambil alih Partai Demokrat untuk kepentingan lain yang lebih luas dan bersifat nonpersonal. Moeldoko disinyalir mau kontrol partai supaya selaras dengan pihak-pihak yang merancang pergantian kekuasaan.

"Karena Partai Demokrat mungkin sekali menjadi batu sandungan bagi sebuah skenario yang sudah dirancang dua partai besar, yaitu PDIP dan Gerindra," tuturnya.

Sebab saat ini Prabowo Subianto dan Puan Maharani menjadi pasangan paling potensial pada pemilihan presiden 2024 mendatang. Namun, keduanya bisa saja gagal seandainya Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan ikut dalam persaingan tersebut.

Ade meyakini selain PKS, Partai Demokrat kemungkinan bakal mendukung Anies untuk memenangkan kontestasi tersebut. Maka, untuk mencegah hal itu terjadi Partai Demokrat perlu dikudeta dan diarahkan untuk berpihak pada suara-suara pemerintah.

Baca Juga: Menkumham Yasonna L: Tolong Pak SBY dan AHY Jangan Tuding-Tuding Pemerintah

"Bila PKS dan Demokrat bergabung, sangat mungkin mereka menarik partai-partai lain di luar duet PDIP-Gerindra. Jadi, pimpinan Demokrat diganti. Bukan untuk memperlemah, melainkan untuk mengubah haluan di pemilihan 2024," ujar Ade Armando.

Mengutip Hops.id, tujuan lain Moeldoko mengambil alih demokrat menurut Ade lantaran saat ini tengah berkembang analisis lain yakni Partai Demokrat perlu dikudeta supaya mereka bersedia setuju dengan rencana amandemen UUD 45 terkait masa jabatan presiden yang menjadi tiga periode.

"Wacana penambahan masa jabatan presiden sampai tiga periode ini sudah banyak dilontarkan oleh berbagai parpol. Masalahnya Partai Demokrat tidak termasuk dalam kelompok pendukung amandemen UUD 45 ini," jelasnya.

Oleh karena itu, kata Ade Armando, kemungkinan kepemimpinan Partai Demokrat harus diganti oleh Moeldoko untuk memuluskan rencana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode tersebut.

"Karena itu, menurut analisis ini, pimpinan Partai Demokrat harus diganti. Mungkinkah ini penjelasannya? Mungkin saja," ujarnya.

Load More