Scroll untuk membaca artikel
RR Ukirsari Manggalani | Ria Rizki Nirmala Sari
Kamis, 21 Januari 2021 | 05:56 WIB
Sejumlah Prajurit Marinir TNI AL Pasmar 1 Jakarta menggunakan perahu karet untuk mengevakuasi warga korban banjir di Desa Pekauman Ulu, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Sabtu (16/1/2021). [Antara/Bayu Pratama]

SuaraBali.id - Penyebab banjir di Kalimantan Selatan adalah anomali cuaca, demikian disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar. Lewat pernyataan yang dapat disimak di lini masa Twitter atas nama akun @SitiNurbayaLHK, ia menjawab tudingan publik  soal banjir Kalsel yang disebabkan oleh penebangan hutan atau deforestasi

Pernyataan Siti Nurbaya ini sekaligus meluruskan adanya simpang siur informasi dengan banyak data yang tidak valid disebarkan beberapa pihak.

"KLHK selaku pemegang mandat walidata pemantauan sumberdaya hutan, menjelaskan, penyebab banjir Kalsel anomali cuaca dan bukan soal luas hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito wilayah Kalsel," kata Siti dalam akun Twitter resminya @SitiNurbayaLHK pada Rabu (20/1/2021).

Siti kemudian menjelaskan terjadinya peningkatan delapan hingga sembilan kali lipat curah hujan dari biasanya sejak 9 hingga 13 Januari 2021. Curah hujan yang sangat tinggi tersebut menyebabkan air yang masuk ke sungai Barito mencapai 2,08 miliar meter kubik.

Baca Juga: Terobos Banjir Kalsel, Aksi Pria Mendayung Perahu di Jalanan Disorot

Cuitan MenKLH Siti Nurbaya bakar di Twitter tentang anomali cuaca [Twitter: @SitiNurbayaLHK].

Daerah-daerah yang mengalami banjir berada pada titik pertemuan dua anak sungai yang cekung dan morfologinya merupakan meander serta fisiografinya berupa tekuk lereng (break of slope). Itu menyebabkan terjadinya akumulasi air dengan volume yang besar.

Sementara itu, ia juga mengungkapkan faktor lainnya yakni perbedaan tinggi hulu dan hilir yang sangat besar. Sehingga suplai air dari hulu dengan energi dan volume yang besar menyebabkan waktu konsentrasi air berlangsung cepat dan menggenangi dataran banjir.

"Ini sekaligus meluruskan pemberitaan beberapa informasi yang keliru dan menyebar masif di tengah situasi bencana. Terlebih lagi metode analisis kawasan hutan yang digunakan tidak sesuai standar dan tidak dengan kalibrasi menurut metode resmi yang dipakai," cuitnya.

Lebih lanjut, politisi dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu menerangkan kalau DAS Barito Kalsel seluas 1,8 juta hektar itu hanya sebagian dari DAS Barito Kalimantan seluas 6,2 juta hektar. Menurutnya, perhatian perlu diberikan pada daerah hulu DAS Barito, dimana seluas 94.5 persen dari total wilayah Hulu DAS Barito berada dalam Kawasan Hutan.

"Bagian dari DAS Barito yang berada di wilayah Kalsel secara kewilayahan hanya mencakup 40 Persen kawasan hutan dan 60 persen areal penggunaan lain (APL) atau bukan kawasan hutan," ujarnya.

Baca Juga: 18.356 Hektar Lahan Pertanian Terancam Gagal Panen Akibat Banjir Kalsel

Siti juga menambahkan kalau kondisi DAS Barito di wilayah Kalsel tidak sama dengan DAS Barito Kalimantan secara keseluruhan. DAS Barito di wilayah Kalsel disebutnya memang berada di lahan untuk masyarakat atau disebut APL yang didominasi oleh pertanian lahan kering campur semak dan sawah serta kebun.

Load More