Scroll untuk membaca artikel
M. Reza Sulaiman | Dini Afrianti Efendi
Kamis, 07 Januari 2021 | 01:30 WIB
Ilustrasi varian baru virus corona. [Shutterstock]

SuaraBali.id - Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME), Prof. Amin Soebandrio menyebut varian baru virus Corona sudah ditemukan sejak September 2020.

Lalu, kenapa baru bikin heboh di bulan Desember?

Menjawab ini Prof. Amin menduga gencarnya pemberitaan, lantaran adanya dugaan varian baru membuat kasus Covid-19 di Inggris melonjak tajam.

"Muncul infeksi pertama memang September 2020, tetapi kemudian jumlahnya meningkat tajam itu di bulan depannya," ujar Prof. Amin saat dihubungi Suara.com beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Ma'ruf Tak Ikut Divaksin Tahap Pertama, Minta Vaksin Sinovac Dicap Halal

"Ketika mereka (peneliti) sedang mengkaji dampak dari mutasi itu di laboratorium, diperlihatkan bahwa virus atau varian dengan mutasi itu bisa masuk ke dalam sel lebih cepat, mutasi G164G itu juga begitu," sambung Prof. Amin.

Kehadiran varian baru ini seolah menjawab melonjaknya kasus Covid-19 di Inggris, yang membuat sistem kesehatan collapse atau jatuh, karena kapasitas ruang perawatan di rumah sakit membludak alias dipenuhi pasien Covid-19.

Meski belum ada bukti varian baru ini menyebabkan tingkat keparahan sakit Covid-19, namun varian baru ini dipastikan 70 persen lebih cepat menular ke manusia, khususnya anak-anak. 

Sehingga dengan banyaknya orang tertular Covid-19, apalagi jika menimpa orang dengan penyakit penyerta atau komorbid, seperti hipertensi, jantung, diabetes, dan gangguan pernapasan akan memperburuk gejala Covid-19, bahkan meningkat risiko kematian.

"Iya yang dikhawatirkan varian baru ini lebih cepat menginfeksi, sehingga lebih cepat menular kemungkinan lebih menulari anak-anak, tapi butuh info lebih lanjut," tutupnya.

Baca Juga: Rekor Baru Awal Tahun, Hari Ini Ada 8.854 Warga Indonesia Terpapar Corona

Load More