Scroll untuk membaca artikel
RR Ukirsari Manggalani
Senin, 21 Desember 2020 | 10:02 WIB
Moorissa Tjokro berprofesi sebagai Autopilot Software Engineer atau insinyur perangkat lunak autopilot untuk Tesla di San Francisco, California Amerika Serikat [Moorissa Tjokro via VOA]

SuaraBali.id - Bila menyimak sebuah mobil produksi Tesla Incorporationakan terpikir di benak: sudah mobil bertenaga listrik (Electric Vehicle atau EV) memiliki fitur autopilot pula. Sehingga jadinya swakemudi ramah lingkungan. Well, soal unsur swakemudi ini, kita boleh bergirang hati. Pasalnya, ada unsur Indonesia di sana. Yaitu lewat kiprah Moorissa Tjokro, warga Tanah Air yang kini bermukim di California. Profesinya adalah autopilot software engineer.

Tidak saja di Indonesia, di Amerika Serikat pun statistik perempuan yang bekerja di bidang teknik masih kalah jauh dibandingkan kaum Adam. Bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika atau disingkat STEM saat ini menempati 28 persen atau bisa disebutkan bahwa kesenjangan gender sangat tinggi. Di antara yang sedikit itu, terselip nama Moorissa Tjokro. Ia adalah warga Indonesia di California yang berkarya di Tesla Incorporation sebagai insinyur software autopilot.

Dikutip kanal otomotif Suara.com, jejaring dari SuaraBali.id, dari Voice of America (VOA) tentang diaspora warga Tanah Air di Negeri Paman Sam, Moorissa Tjokro bekerja sejak 2018 di Tesla Incorporation. Ia adalah satu dari enam insinyur perempuan di bidang software autopilot dari 110 insinyur di bidang ini, dalam lingkungan Tesla.

"Sebagai autopilot software engineer, bidang kerja saya mencakup computer vision: bagaimana cara mobil "melihat" dan mendeteksi lingkungan di sekitar kita. Apakah ada mobil di depan kita, tempat sampah di kanan kita, juga cara bergerak atau control and behaviour planning untuk ke kanan, ke kiri, manuevre in certain way, closing the loop, evaluation and simulation. Jadi menghitung risiko dan semuanya mesti seaman mungkin," papar Moorissa Tjokro dalam wawancara dengan VOA yang disiarkan VOA Gondangdia.

Baca Juga: Hiks, Mobil Listrik Model S dan X Kurang Laku, Tesla Tutup Warung Sebentar

Moorissa Tjokro dan rekan-rekan kerjanya di Tesla Incorporation [Dok Moorissa Tjokro via VOA].

"Lalu tugas sehari-hari membuat tooling, diteruskan model, penerapan, testing, dan terus meningkatkan performa," lanjutnya tentang tugas sebagai autopilot software engineer.

"Kami ingin mobil bisa bekerja sendiri, terutama di tikungan, tidak hanya di jalan tol. Juga di jalan-jalan biasa. Sektor inilah yang tersulit. Karena itu saya sangat bangga, baik Amerika Serikat dan Eropa memberi rating Tesla sebagai mobil teraman di dunia," tukas Moorissa Tjokro.

Untuk mewujudkan sistem autopilot Tesla seperti yang kini bisa dinikmati para konsumen, seluruh tim tekun bekerja. Sebagai gambaran, bekerja pukul 10.00 pagi sampai menjelang tengah malam, atau durasi 60 - 70 jam satu minggu itu sangat normal di lingkungan kerja Moorissa Tjokro.

"Saya belum pernah berinteraksi langsung dengan Elon Musk, tetapi banyak pekerjaan kami dipresentasikan ke beliau," ungkap perempuan berusia 26 tahun ini saat ditanya VOA tentang jumpa dengan Chief Executive Officer (CEO) Tesla Incorporation.

Salah satu hal yang bisa membuat "iri" pada automotive goers khususnya peminat produk mobil listrik adalah: sebagai pegawai Tesla Incorporation, Moorissa Tjokro memiliki kesempatan untuk menggunakan kendaraan produksi terbaru. Selain digunakan dalam aktivitas keseharian, tentu saja melakukan pengetesan.

Baca Juga: Ketika Kadal dan Ular Tidur Bisa Menunda Proyek Gigafactory Milik Tesla

Dan uniknya, bila melongok kembali awal Moorissa Tjokro bekerja di Tesla adalah berangkat dari kawannya.

"Dua tahun lalu teman saya intership di Tesla, dan menyertakan CV saya. Dari situ saya dikontak langsung, melalui proses wawancara, sampai kini bekerja," tukasnya.

Lantas, soal siapakah yang paling berpengaruh dalam membuatnya suka dengan dunia automotive engineering khusunya software autopilot engineering, tanpa ragu Moorissa Tjokro menyebut sosok ini.

"Sebenarnya yang membuat benar-benar tertarik untuk ke dunia ini adalah ayah. Dia seorang insinyur elektrik dan entrepreneur, dan saya bisa melihat teknik-teknik dalam dunia engineering sangat fun, penuh tantangan, dan saya suka," pungkasnya.

Biodata singkat Moorissa Tjokro

  • 2011: Beasiswa Wilson and Shannon Technology untuk kuliah di Seattle Central College (usia 16), setelah lulus SMA Pelita Harapan
  • 2012: Associate Degree atau D3 di bidang sains, kuliah S1 jurusan Teknik Industri dan Statistik, di Georgia Institute of Technology di Atlanta, President’s Undergraduate Research Award dan nominasi Helen Grenga untuk insinyur perempuan terbaik di Georgia Tech. Lulus di usia 19, predikat salah satu lulusan termuda dan Summa Cum Laude
  • 2014: bekerja di perusahaan pemasaran dan periklanan, MarkeTeam di Atlanta
  • 2016: S2 jurusan Data Science di Columbia University, di New York, prestasi juara 1 di ajang Columbia Annual Data Science Hackathon dan juara 1 di ajang Columbia Impact Hackacton
  • 2018: Tesla Incorporation

Load More