- Pemerintah Provinsi NTB menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang berbeda-beda mulai berlaku efektif 1 Januari 2026.
- Kabupaten Sumbawa Barat memiliki UMK tertinggi sebesar Rp3.136.468, sedangkan Lombok Barat terendah Rp2.712.254.
- Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) didasarkan pada formula peraturan pemerintah dan berbagai pertimbangan ekonomi daerah.
SuaraBali.id - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah menetapkan upah minimum 10 kabupaten dan kota. Besaran upah minimum di masing-masing daerah berbeda-beda.
Plt. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, Muslim, merincikan jumlah UMK paling besar yaitu Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Dimana, UMK yang ditetapkan sebesar Rp3.136.468.
Disusul Kota Mataram besaran UMK 2026 yaitu sebesar Rp3.019.015. Kemudian berada pada urutan nomor tiga yaitu Kota Bima, dengan UMK 2026 sebesar Rp2.831.163. Setelah itu Kabupaten Bima sebesar Rp2.767.580.
Selanjutnya, Kabupaten Lombok Utara dengan UMK 2026 ditetapkan sebesar Rp2.758.221. Diikuti Kabupaten Dompu UMK yang ditetapkan sebesar Rp2.751.290.
Baca Juga:Lebih Rp2,6 Juta ! Cek Perbandingan UMP NTB Tahun 2025 vs 2026
Di Kabupaten Sumbawa jumlah UMK 2026 sebesar Rp2.747.478, Kabupaten Lombok Timur sebesar Rp2.744.628. Untuk Kabupaten Lombok Tengah jumlah UMK 2026 sebesar Rp2.741.526. Dan paling rendah yaitu Kabupaten Lombok Barat sebesar Rp.2.712.254.
UMK masing-masing kabupaten dan kota ini mulai diberlakukan per 1 Januari 2026 mendatang. Besaran UMK di tingkat kabupaten kota ini lebih besar dari Upah minimum Provinsi NTB sebesar Rp2.673.681.
Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan besaran UMP tersebut telah disepakati melalui mekanisme yang diatur pemerintah. “Angka yang disampaikan ke saya itu sudah jelas. Karena opsi ini dibangun dengan formula yang sudah ditetapkan berdasarkan aturan pemerintah,” katanya.
Iqbal menyampaikan penetapan UMP 2026 melalui proses pembahasan yang panjang dengan berbagai pertimbangan, salah satunya pertumbuhan ekonomi daerah.
Penetapan UMP dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Baca Juga:Tidak Bisa Diselamatkan, 518 Honorer Pemprov NTB Putus Kontrak Akhir Desember
Pertimbangan yang digunakan meliputi inflasi, pertumbuhan ekonomi, stabilitas perekonomian daerah, kebutuhan hidup layak, produktivitas tenaga kerja, serta kemampuan dan keberlangsungan usaha.
“Terjadi kontraksi yang cukup besar di awal tahun 2025 tri wulan pertama. Kelesuan itu mulai teratasi dan akan mempengaruhi UMP,” kata Iqbal.
Ia menegaskan, setelah penetapan UMP, aspek pengawasan menjadi hal utama agar kebijakan tersebut diterapkan oleh seluruh pengusaha.
“Yang penting setelah penetapan ini adalah pengawasan,” katanya.
Kontributor: Buniamin