Aturan Sensor Ketat di China dan Fokus KPI pada Literasi Digital
Sebagai informasi, regulasi penyiaran di China sangat ketat dan mencakup berbagai aspek yang membatasi akses dan kebebasan informasi.
Pemerintah China melakukan penyensoran konten yang dianggap mengkritik pemerintah, memicu kerusuhan, atau sensitif.
Selain itu, platform global seperti Google, YouTube, dan Instagram diblokir dan digantikan oleh platform domestik yang terkontrol.
Baca Juga:HP Turis China Dijambret Lalu Ditemukan di Semak-semak, Pelakunya Kabur
Pemerintah juga secara aktif memantau aktivitas daring dan memberikan sanksi bagi pengguna yang melanggar.
Semua ini bertujuan untuk mengendalikan narasi dan menjaga stabilitas sosial, meskipun dampaknya adalah pembatasan kebebasan berbicara bagi warganya.
Di sisi lain, dalam kunjungan tersebut, isu literasi digital juga sempat dibahas.
Menjawab pertanyaan seorang mahasiswi Indonesia di Beijing, Ketua KPI Ubaidillah mengakui adanya keterbatasan dalam upaya literasi digital yang dilakukan KPI, namun menekankan bahwa ini adalah tanggung jawab bersama.
Ia menyoroti urgensi literasi digital, terutama setelah pandemi COVID-19, di mana penggunaan ponsel di kalangan anak-anak meningkat drastis.
Baca Juga:WNA Asal China yang Diduga Jual Mutiara Ilegal di Lombok Kini Diperiksa
Sementara itu, Duta Besar RI Djauhari Oratmangun menyoroti potensi kolaborasi digital antara Indonesia dan China melalui pertukaran influencer atau content creator untuk mempromosikan pariwisata.
Inisiatif ini menunjukkan adanya peluang kerja sama di ranah digital yang lebih positif, meskipun di tengah perdebatan mengenai regulasi penyiaran yang sedang digodok.
Artikel ini telah dipublikasikan suara.com dengan judul : KPI Minta Masukan China untuk RUU Penyiaran, Kebebasan Pers dan Rakyat Terancam?