SuaraBali.id - Tuk, tuk, tuk bumbu-bumbu masakan dari rempah-rempah hasil bumi dalam skala besar mulai ditumbuk atau dalam bahasa sasak dikenal dengan 'Tujak Ragi Bleq. Uniknya, dalam menumbuk bumbu-bumbu ini diringi dengan tembang-tembang berisi nasihat dalam bahasa sasak dan dikerjakan oleh kaum laki-laki saja.
Budaya ini sudah digelar secara turun temurun oleh masyarakat Desa Rumbuk, Lombok Timur (Lotim), Nusa Tenggara Barat NTB dalam kegiatan hajatan atau dikenal dengan bahasa 'begawe'.
Ketua Panitia Event Seni dan Budaya Batur Rumbuk III Ambia Samudra mengatakan Tujak Ragi Bleq ini sebagai bentuk gotong royong antar masyarakat khususnya kaum laki-laki untuk mulai dari membersihkan, mengupas, dan menumbuk bumbu masakan atau dikenal dengan 'tujak ragi’.
Bumbu yang ditumbuk adalah semua jenis rempah-rempah hasil bumi dari masyarakat sekitar. Nantinya setelah selesai bumbu ditumbuk masyarakat akan membuat olahan masakan yang enak.
Baca Juga:Gubernur NTB Zulkieflimansyah Temui Ahmad Dhani, Sebut Sahabat Lama
"Ini sebagai wujud hubungan silaturahmi dengan masyarakat dan simbol kekuatan," kata Ambia saat disela-sela kegiatan Tujak Ragi Bleq di Desa Rumbuk, Sabtu (27/8/2022).
Bukan hanya menumbuk bumbu untuk dijadikan olahan masakan, Ambia menegaskan adanya pesan moral kepada masyarakat dalam tradisi ini, yakni tetap menjaga silaturahmi dan kebersamaan antar masyarakat. Sebab harus memulai suatu pekerjaan secara bersama, setia dalam keadaan susah ataupun senang.
"Setelah ditumbuk rempah-rempah ini akan kami olah menjadi masakan yang enak, setelah jadi kami akan santap bersama masyarakat, pesan moralnya memulai secara bersama dan menikmati hasilnya secara bersama-sama pula", ujarnya.
Sementara itu, Muhammad Wildan atau biasa dikenal oleh masyarakat Ki dalang menceritakan tembang-tembang yang dibawakan sebagai hiburan dan pesan moral saat kaum laki-laki menumbuk bumbu rempah-rempah. Hajatannya saat mendengar tembang-tembang ada rasa hanyut dan terhibur.
"Sebagai pemanis (tembang) supaya yang menumbuk merasa hanyut dan tidak merasa capek", kata Ki Dalang.
Baca Juga:Pengemis di Lombok Berusia 72 Tahun Kantongi Pendapatan Rp 1,1 Juta Per Hari
Ia melanjutkan, dalam tradisi ini yang boleh menumbuk bumbu hanya laki-laki. Sebab dalam menyajikan bumbu memang pekerjaan laki-laki. Nantinya kaum perempuan tugasnya mencuci beras atau dikenal dengan 'bisok beras' yang di sebuah pancoran yang mengalir pada siang ataupun sore hari.
"Nanti ada bagian perempuan untuk mencuci beras atau kami menyebutnya dalam bahasa sasak bisok beras", tambahnya dalang yang beralamat di Dusun Tanah Gadang I Desa Rumbuk Kecamatan Sakra, Lotim ini.
Setelah nasi matang dan hidangan sudah siap, masyarakat membentangkan daun pisang yang berisi nasi dan aneka lauk pauk untuk disantap bersama masyarakat dengan cara begibung atau makan secara bersama-sama dengan masyarakat setempat. Dengan budaya ini diharapkan sebagai simbol kebersamaan masyarakat dan pesan kerukunan yang dibaluti rasa persatuan
"Budaya ini sebagai pesan kalau masyarakat harus mengedepankan gotong royong dan kebersamaan", pesannya.
Ki dalang mengakui, tujak ragi bukan hanya dilakukkan ketika ada perayaan budaya semacam ini. Namun ketika ada keluarga atau masyarakat lainya yang menikah atau upacara kematian yang biasa dikenal dengan begawe, masyarakat setempat bergotong royong untuk membantu.
"Kalau acara seperti tetap kompak turun membantu masyarakat,” pungkasnya.
Kontributor: Toni Hermawan