Umat Hindu Denpasar Jalani Tradisi Mecandu saat Galungan

Mereka mengelilingi lingkungan banjar sebanyak empat kali dengan membawa aneka benda yang bisa menghasilkan suara.

Pebriansyah Ariefana
Jum'at, 16 April 2021 | 10:47 WIB
Umat Hindu Denpasar Jalani Tradisi Mecandu saat Galungan
Umat Hindu Denpasar Bali jalani tradisi Mecandu saat Hari Raya Galungan. (Antara)

SuaraBali.id - Umat Hindu Denpasar Bali jalani tradisi Mecandu saat Hari Raya Galungan. Mereka menjalani di Banjar Dualang, Desa Peguyangan Kaja.

Mereka mengelilingi lingkungan banjar sekitar pukul 04.00 Wita pada hari Umanis Galungan untuk melaksanakan Tradisi Mecandu di banjar setempat, Kamis.

Mereka mengelilingi lingkungan banjar sebanyak empat kali dengan membawa aneka benda yang bisa menghasilkan suara, yakni kaleng, gamelan maupun alat lain yang bersuara saat dipukul untuk membangunkan setiap warga yang belum terbangun.

Dalam perjalanan keliling lingkungan banjar peserta juga sambil bercanda serta saling ledek. Jika ada yang belum bangun, maka akan diteriaki "kiul" (nakal) agar mereka bangun.

Baca Juga:Daftar Bumbu Ayam Bakar dan Resepnya untuk Buka Puasa

"Tradisi Mecandu ini telah digelar secara turun-temurun setiap enam bulan sekali, tepatnya pada Umanis Galungan untuk merayakan hari kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (kejahatan)," kata Kelian Banjar Dualang I Made Mertajiwa.

Setelah berkeliling banjar, para peserta kemudian menuju ke Tukad Rarangan untuk mandi dengan tujuan membersihkan diri. Biasanya, warga akan mulai datang ke Tukad Rarangan sekitar pukul 05.30 Wita.

Sebelum tradisi ini dilakukan, pada malam hari sebelumnya aliran air Tukad Rarangan terlebih dahulu dihambat (diempel) dengan menggunakan bambu yang diisi kampil.

Dahulu, alat yang digunakan untuk menghambat air adalah batang pisang, namun dikarenakan sulit mencari batang pisang, maka diganti dengan bambu.

"Peserta yang ikut dalam tradisi ini pun bebas, mulai dari anak-anak hingga dewasa," katanya.

Baca Juga:Pria Tewas Tergencet Mobil saat Selamatkan Anjing Peliharaan di Denpasar

Dulu, mereka membawa canang, sebelum mandi mereka akan menghaturkan canang itu di hulu sungai dan di tempat mereka mandi. Kadang-kadang anak kecil yang baru pertama ke sungai akan terkejut, maka canang itu bermakna meminta izin.

Seiring berjalannya waktu, hanya yang mengawali saja membawa canang dan menghaturkannya. Namun, meskipun dalam suasana pandemi COVID-19, tradisi ini tetap digelar dengan memperhatikan protokol kesehatan.

Sementara itu, di Kabupaten Tabanan, Bali, persembahyangan dalam rangkaian Pujawali di Pura Luhur Batukau, Wangaya Gede, Penebel, Tabanan, yang bertepatan dengan rahina Umanis Galungan, Kamis (15/4), dilaksanakan Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya didampingi Ny. Rai Wahyuni Sanjaya, beserta jajaran OPD di lingkungan Pemkab Tabanan.

Tiba sekitar pukul 11.15 Wita, Bupati Tabanan Komang Sanjaya beserta rombongan disambut oleh panitia Pujawali Pura Luhur Batukau, kemudian menuju tempat pesandekan. Pada kesempatan itu, nampak hadir juga Wali Kota Denpasar I.G.N. Jaya Negara beserta jajaran, yang juga turut beberapa anggota DPRD Kabupaten Tabanan.

Sebelum melaksanakan persembahyangan di Pura Luhur Batukau, Bupati Sanjaya beserta rombongan juga sempat menghaturkan sembah bakti di Puri Agung Tabanan, sebagai bentuk sinergi antara Pemerintah Kabupaten Tabanan dengan Tokoh Puri. Saat itu, Bupati Sanjaya diaambut langsung oleh Tjokorda Anglurah Tabanan beserta tokoh Puri lainnya.

"Apa yang dilakukan itu sebagai wujud sradha bakti dari jajaran Pemkab Tabanan ke hadapan Ida Sesuhunan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang berstana di Pura Luhur Batukau yang diyakini sebagai salah satu Padma Bhuwana, sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan nilai spiritual diri sebagai umat beragama, khususnya Hindu," kata Bupati Sanjaya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini