SuaraBali.id - Pertani salak Jembrana turun harga jual salak untuk bertahan hidup di masa pandemi COVID-19. Petani salak itu ada di Desa Penyaringan Kecamatan Mendoyo Jembrana.
Mereka menurunkan harga salak per kilonya. Salak hasil perkawinan antara salak yang berbeda tersebut ditanam dengan sistem organik.
Kondisi itu diceritakan petani salak di Banjar Tibu Beleng, Desa Penyaringan, Mendoyo, Jembrana I Made Sunarya (61).
"Astungkara, di masa pandemi covid-19 ini hasil panennya bisa dipakai bertahan di tengah pandemi ini," ungkap Sunarya.
Baca Juga:Jangan Percaya Hoaks, Ini 5 Cara Cek Fakta Informasi Secara Mandiri!
Dia menanam salak setelah menjalani percobaan kawin silang antara salah satu dengan salak lainnya, dan selama 4 tahun hasil buahnya memiliki keunggulan dari salak salak lainnya.
Salak yang diberi nama salak Gatri ini sekaligus sebagai maskot hasil pertanian di Desa Penyaringan Jembrana ditanamnya sejak puluhan tahun lalu. Rasa salak ini pun sangat manis dan memiliki 3 batu di dalam buahnya.
"Kebun salak saya ini seluas 60 are dan berisi 1.000 pohon. Sebelum pandemi corona bisa memanen salak hingga 80 kg. Dan saat ini hanya bisa memanen salak sekitar 40 kg per hari atau sesuai pesanan saja," imbuh Sunarya Senin (22/02/2021).
Selain konsumen datang langsung ke kebun salak untuk membeli, Sunarya juga melayani pemesanan lewat media sosial.
"Saya juga menjual salak melalui online untuk menghindari kontak langsung dengan pembeli agar menghindari penularan covid," imbuhnya.
Baca Juga:Ini Efek yang Dirasakan Tenaga Kesehatan di Bandar Lampung Setelah Divaksin
Sementara harga per kilo salak yang dijual seharga Rp9.000, sedangkan sebelum pandemi harga per kilo seharga Rp10.000.
"Ini cukup untuk biaya operasional dan kebutuhan sehari-hari," Imbuhnya.
Sementara itu Kepala Desa Penyaringan I Made Dresta mengatakan, dalam hal ini dengan adanya pandemi Covid-19 ekonomi sangat berdampak sekali di masyarakat, seperti halnya warga kami petani salak gatri juga ikut berdampak penurunan penjualan.
Sebelumnya pihak sudah membuatkan hak paten nama salak gatri ini.
"Kami sudah mengupayakan kerjasama dengan BUMDes sehingga diharapkan bisa membantu petani memasarkan hasil panennya," terang Destra.
Dresta melanjutkan, dengan adanya diturunkan sedikit banyak pelanggan datang langsung. Dari salak gatri ini sangat berbeda dari strukturnya beda, rasanya juga beda sehingga walaupun mahal dari salak yang lain tetapi ini sangat disenangi oleh masyarakat Jembrana maupun luar Jembrana yang juga datang ke sini.
Saat ini, imbuh Destra perlu adanya bantuan akses jalan yang memadai dari pemerintah. Saat ini, kata dia, akses jalan menuju perkebunan saat hujan bisa licin, sehingga memengaruhi keinginan pembeli untuk datang ke kebun salak tersebut.