Cara Menulis Kritik Pemerintah di Twitter Agar Tak Ditangkap Polisi

Ini tujuannya supaya tidak terbaca maksud kritikan pada Omnibus Law.

Pebriansyah Ariefana
Senin, 19 Oktober 2020 | 08:27 WIB
Cara Menulis Kritik Pemerintah di Twitter Agar Tak Ditangkap Polisi
Buruh dari SRMI membawa keranda mayat saat menggelar aksi tolak UU Cipta Kerja di depan Istana. (Suara.com/Arga)

SuaraBali.id - Cara menulis kritik di twitter agar tak ditangkap polisi. Politikus Partai Demokrat, Adam Wahab dengan satire memosting cuitan dengan banyak titik-titik.

Ini tujuannya supaya tidak terbaca maksud kritikan pada Omnibus Law.

Cara ini dilakukan supaya dia tak kena jerat pasal UU ITE dalam mengkritik kebijakan pemerintah mulai dari Omnibus Law sampai kebijakan lainnya.

“UU Omnibus Law menyebabkan r….. m……. b…. di n…… s……. Oleh k….. itu, h…. d……… s………….
B…… p……. x… d.. m… k… g….. t…. s……. (Ini salah satu cara mengkritik pemerintah biar terhindar dr UU ITE)” tulis Adam Wahab di akun Twitternya @DonAdam68.

Baca Juga:Sebut-sebut Pejabat di Balik UU Cipta Kerja, 2 Akun Ini Mendadak Hilang

Seorang mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berorasi saat menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (16/10/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Seorang mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berorasi saat menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (16/10/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Penangkapan beberapa aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dengan jeratan pasal UU Informasi dan Transaksi Elektronik, direspons kalangan oposisi dengan satire.
Beberapa tokoh kritis pemerintah menuliskan trik nulis kritik tak kena UU ITE.

Beberapa tokoh oposisi yang kerap mengkritik pemerintah ramai nulis caption typo di cuitan media sosial mereka.

Ini bukan tanpa alasan lho mereka satire begini. Ternyata cuitan typo berantakan ini untuk nyindir sekaligus dalihnya supaya tak dikenai pasal UU ITE.

Beberapa tokoh yang mencuit dengan typo berantakan ini dilakukan oleh kalangan aktivis KAMI maupun politikus oposisi lho.

Cuiatan lainnya bernada sindiran ditunjukkan pada sejumlah aktivis KAMI.

Baca Juga:Dua Akun Twitter Penolak Omnibus Law Mendadak Dibatasi Aksesnya, Kenapa?

Misalnya Adhie Massardi, menjawab dan merespons postingan Adam Wahab itu dengan mencuita typo berantakan.

Menurutnya, dengan menulisa typo berantakan merupakan salah satu cara supaya kritik tak diganjar dengan pasal UU ITE.

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (16/10/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (16/10/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

“Kalau hanya agar tidak kena delik UU ITE bilang saja kalau UU OmnibusLaw itu memang bagisjywh jdhbeb kski vzhhm sebab gejrigshkj hsjsjl makanya harus bguejcakl kekkdnb,” tulis mantan Jubir Presiden Gus Dur tersebut.

Salah satu deklarator KAMI, Said Didu juga menulis status di akun Twitternya dengan typo berantakan.

Sama seperti koleganya, Adhie Massardi itu, Said Didu setuju cara menulis kritik dengan typo berantakan itu bisa menghindarkan dia dari jeratan UU ITE.

Seorang mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berorasi saat menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (16/10/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Seorang mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berorasi saat menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (16/10/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

“S wl bdku hwr jklp sssstttt. Biar ga kena UU ITE,” tulis Said mengomentari sebuah video evakuasi mobil oleh aparat TNI.

Sebelumnya ada sembilan aktivis KAMI yang ditangkap polisi yakni Juliana, Devi, Wahyu Rasari Putri, Khairi Amri, NZ, Kingkin Anida, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, dan Jumhur Hidayat. Mereka ditangkap di Medan Sumatera Utara, Jakarta, Depok, dan Tangsel dalam rentang waktu 9-13 Oktober 2020.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak