Scroll untuk membaca artikel
Rully Fauzi
Senin, 21 April 2025 | 19:42 WIB
Larangan Air Kemasan di Bali Bisa Guncang Ekonomi Nasional? Ini Kata Politisi
Politisi Bali mengkritisi SE Gubernur Koster yang melarang produksi air minum kemasan sekali pakai di bawah 1 liter. [dok. PDIP Bali]

SuaraBali.id - Politisi di Bali mengkritisi Surat Edaran (SE) Gubernur Bali I Wayan Koster Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang memuat larangan produksi dan penjualan air minum kemasan berukuran kurang dari satu liter.

Kebijakan ini dinilai mengganggu pelaksanaan kegiatan adat di Bali dan juga perekonomian masyarakat Bali.

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, I Gede Harja Astawa, dengan tegas menolak SE Gubernur Koster yang melarang produksi dan penjualan air minum kemasan berukuran kurang dari satu liter ini. Dia beralasan peniadaan kemasan air minum tersebut akan memberatkan saat pelaksanaan upacara adat di Bali.

Menurut Gede Harja Astawa yang juga Ketua DPD Pemuda Hindu Kabupaten Buleleng, peniadaaan air minum kemasan di bawah satu liter itu akan memunculkan beban baru bagi masyarakat adat ketika melaksanakan kegiatan adat yang melibatkan warga banjar.

Baca Juga: Pemprov Bali Juga Larang Distribusi Air Kemasan Plastik di Bawah 1 Liter dari Luar Bali

"Karena, baik dari kegiatan di Pura, Pitra Yadnya atau manusia Yadnya, semua membutuhkan air yang dikemas plastik dalam jumlah besar. Keberadaan air yang dikemas plastik itu membuat banyak orang menjadi sangat simple saat menjalankan kegaiatan tersebut. Nah, jika itu dilarang solusinya apa,” ujarnya.

Menurutnya, dengan melarang kemasan air minum plastik sekali pakai di bawah satu liter itu, masyarakat terpaksa harus menggantikannya dengan kemasan gelas yang harganya mahal dan memerlukan tenaga fisik yang relatif lebih tinggi.

"Jadi, yang gawe juga akan sangat repot kalau harus menyiapkan gelas yang sangat banyak untuk pelaksanaan upacara adat dan tentu sama sekali tidak efisien juga kemasannya,” katanya.

Gede Harja Astawa menyebutkan solusi penyelesaian permasalahan sampah di Bali sebenarnya bisa dilakukan melalui mekanisme tanggung jawab bersama dan disertai sanksi tegas.

Hal itu bertujuan agar kebijakan perlindungan lingkungan tetap berjalan tanpa mengorbankan kebudayaan masyarakat adat.

Untuk itu, dia menegaskan perlunya keterlibatan semua stakeholder dalam menyusun ketentuan agar tidak kembali ke masa lalu.

Load More