Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Kamis, 27 Juli 2023 | 17:39 WIB
Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Wangaya dr. I Wayan Edi Wirawan saat ditemui di kantornya, Kamis (27/7/2023) [Suara.com / Putu Yonata Udawananda]

SuaraBali.id - Atlet Binaraga Justyn Vicky meninggal dunia akibat kecelakaan saat latihan di sebuah gym di Kota Denpasar, Sabtu (15/7/2023) lalu. Vicky meninggal usai gagal mengangkat beban barbel seberat 210 kilogram yang menyebabkan lehernya patah.

Pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya memberikan keterangannya terkait kronologi kondisi binaragawan bernama asli Herman Fauzi itu saat dirawat. Usai kecelakaan itu, Vicky sempat dibawa ke Rumah Sakit (RS) Siloam, Kuta, Badung dan kemudian dirujuk ke RSUD Wangaya.

Vicky yang tiba di RSUD Wangaya pukul 17.46 WITA dengan mobil ambulans itu sudah mengenakan penyangga leher dan tidak bisa menggerakkan kakinya.

“Keadaan pasien saat itu sudah terpasang collar neck, penyangga di leher. Saat itu dalam keadaan tidak bisa menggerakkan kedua kakinya dan sudah membawa hasil MRI dari Rumah sakit swasta,” ujar Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Wangaya dr. I Wayan Edi Wirawan saat ditemui pada Kamis (27/7/2023).

Hasil MRI (Magnetic Resonance Imaging) dari RS Siloam sebelumnya menunjukkan jika ada dua ruas tulang leher yang patah. Selain itu ruas lain juga mengalami dislokasi dan sudah terjadi kerusakan sistem saraf, kerusakan sendi penghubung antar tulang belakang dan terjadi pembengkakan jaringan.

Kondisi tekanan darah Vicky sempat mengalami penurunan namun berhasil distabilkan. Hingga akhirnya, pada malam harinya Vicky dibawa ke ruang pelayanan intensif ICU.

Keesokan harinya, tim dokter sempat berdiskusi untuk menggelar operasi untuk binaragawan itu.

Namun, operasi tersebut dinilai memiliki risiko sangat besar dari kelumpuhan hingga kematian. Tapi, tidak mungkin jika tidak dilakukan tindakan operasi karena kondisi tulang leher yang patah dan menyebabkan banyak saraf yang terjepit.

“Karena adanya patah di tulang leher, tentunya di sana ada organ-organ yang vital. Risiko operasinya sangat tinggi sekali tentunya bisa saja mungkin kelumpuhan atau kematian tapi mau tidak mau harus dilaksanakan tindakan operasi ini untuk menyelamatkan jiwa pasien,” ujar Edi.

Akhirnya pihak keluarga Vicky setuju untuk dilaksanakan tahap operasi. Vicky dioperasi pada Minggu (16/7/2023) pukul 16.00 WITA dan operasi berlangsung selama 3,5 jam.

Pasca operasi, kondisi Vicky memburuk pada tengah malam, namun tim dokter masih mencoba untuk menstabilkan kondisinya.

Kondisi itu juga tetap memburuk pada pukul 08.00 WITA keesokan harinya hingga akhirnya dia menghembuskan napas terakhirnya sekitar pukul 12.00 WITA.

Tim dokter menyebut sudah berusaha yang terbaik dengan menyambung kembali ruas tulang leher Vicky yang patah. Namun, kondisi pembengkakan saraf yang mengalami trauma itu sudah terlalu parah dan tak tertolong.

“Rupanya kecepatan pembengkakan dan perburukan oleh saraf yang mengalami trauma itu gencar juga. Walaupun sudah diantisipasi oleh sekian ahli tetap kita kalah oleh kekuatan progresif penyakit itu,” imbuh Edi.

Jenazah Justyn Vicky kemudian dibawa pulang dan langsung dimakamkan di kampung halamannya di Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Meski sudah dimakamkan, polisi masih menyelidiki dugaan adanya kelalaian dalam kematian Justyn Vicky. Polisi masih memeriksa salah satunya pelatih pribadi yang juga menjadi spotter atau orang yang membantu menstabilkan beban barbel untuk Vicky saat itu.

“Poinnya sementara diduga kecelakaan namun pihak Polsek Denpasar Selatan sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan bahwa tidak ada kelalaian di sana. Bila nanti ditemukan unsur kelalaian tentu akan diambil langkah-langkah sesuai hukum yang ada,” ujar Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan.

Kontributor : Putu Yonata Udawananda

Load More